Studi Strategis dan Geopolitik

Nusantara dalam Poros Strategis Dunia

Dalam studi strategis dan geopolitik, Nusantara memiliki posisi sangat istimewa. Bukan sekadar jalur niaga, wilayah ini menjadi titik temu tiga kekuatan utama dunia: Asia Timur (China, Jepang, Korea), Asia Selatan (India), dan kawasan Barat (Timur Tengah, Eropa). Letak geografis Indonesia yang membentang dari Sabang sampai Merauke menjadikannya “jalur silang dunia” baik dari segi ekonomi, militer, ideologi, hingga peradaban.

Sejak zaman kerajaan hingga era modern, siapa pun yang menguasai Nusantara—atau lebih tepatnya, selat-selat strategisnya—berpeluang menguasai arus perdagangan regional dan global. Inilah sebabnya wilayah ini menjadi incaran imperium, penjajah, hingga aliansi militer kontemporer.


Geopolitik Maritim: Laut Sebagai Poros Kekuasaan

1. Selat Strategis

  • Selat Malaka: Salah satu jalur pelayaran tersibuk di dunia, menghubungkan Samudra Hindia dengan Pasifik.
  • Selat Sunda dan Lombok: Jalur alternatif yang juga strategis untuk militer dan niaga.
  • Laut Natuna dan Laut Sulu: Area sengketa yang melibatkan kepentingan ASEAN, China, dan Amerika Serikat.

2. Kekuatan Laut dan Armada

Nusantara memiliki sejarah kekuatan laut sejak era Sriwijaya (abad ke-7–13) yang mengontrol Selat Malaka, dilanjutkan oleh Majapahit (abad ke-14) yang membangun kekuatan maritim lintas pulau. Di era modern, Indonesia berupaya membangun poros maritim dunia dengan memperkuat armada AL, pelabuhan niaga, dan diplomasi maritim.


Sejarah Geopolitik dan Invasi Asing

  • Kolonialisme Barat hadir bukan sekadar karena rempah-rempah, tetapi karena nilai strategis wilayah ini bagi jalur pelayaran global.
  • Pendudukan Jepang (1942–1945) memperlihatkan bagaimana geopolitik regional bisa mengguncang tatanan lokal dengan cepat.
  • Perang Dingin menempatkan Indonesia sebagai medan pengaruh antara blok Barat dan Timur, dengan puncaknya pada peristiwa 1965.

Geopolitik bukan sekadar perang wilayah, tetapi juga perang pengaruh, kontrol sumber daya, ideologi, dan teknologi.


Strategi Nasional dan Ketahanan Wilayah

1. Doktrin Ketahanan Nasional

Indonesia memiliki pendekatan geopolitik berbasis ketahanan nasional—yaitu kekuatan kolektif seluruh bangsa yang bersifat menyeluruh: militer, ekonomi, sosial, budaya, ideologi, dan keamanan.

2. Sistem Pertahanan Rakyat Semesta (SISHANKAMRATA)

Prinsip ini menekankan bahwa rakyat adalah komponen utama pertahanan, bukan hanya militer. Dalam konteks ini, geografi kepulauan justru menjadi kekuatan: sulit dijajah secara total, tetapi juga menantang untuk dikelola secara efektif.

3. Kewaspadaan Geopolitik Kontemporer

  • Sengketa Laut China Selatan dan proyeksi kekuatan AL China (PLAN).
  • Penempatan pangkalan militer AS dan sekutunya di kawasan Pasifik Barat.
  • Ancaman peretasan digital, penyadapan satelit, dan dominasi teknologi komunikasi.
  • Upaya intelijen ekonomi dan infiltrasi modal asing ke sektor strategis.

Geostrategi Nusantara dan Tataran Regional

1. ASEAN dan Kekuatan Regional

Sebagai anggota pendiri ASEAN, Indonesia memimpin diplomasi damai di kawasan. Namun, tantangannya adalah menjaga kedaulatan di tengah tarik-menarik kepentingan ekonomi China dan keamanan AS.

2. Indo-Pasifik: Zona Baru Persaingan

Konsep Indo-Pacific menempatkan Indonesia sebagai pemain utama dalam pusaran kekuatan baru, termasuk Quad (AS, India, Jepang, Australia) vs RCEP (China + ASEAN). Indonesia harus piawai memainkan diplomasi multi-kutub tanpa kehilangan posisi tawar.

3. Diplomasi Energi, Data, dan Perdagangan

  • Blok perdagangan (RCEP, BRICS+).
  • Persaingan dalam kontrol infrastruktur digital (kabel laut, server).
  • Potensi konflik siber dan monopoli satelit serta jaringan logistik.

Studi Strategis Berbasis Budaya dan Kedaulatan Pengetahuan

Berbeda dengan pendekatan militeristik Barat, strategi Nusantara sejak lama memadukan kekuatan keras (hard power) dan lunak (soft power):

  • Balian dan walian di Kalimantan bukan hanya tokoh spiritual, tetapi penjaga hutan dari ekspansi asing.
  • Keraton bukan hanya pusat kekuasaan politik, tetapi juga pusat diplomasi simbolik.
  • Perdagangan rempah adalah diplomasi ekonomi sekaligus pertahanan budaya.

Dalam Nusalogi, studi strategis tak bisa dipisahkan dari ekologi, sejarah lokal, dan kearifan adat.


Rekomendasi Kebijakan Strategis untuk Indonesia Masa Depan

  1. Pembangunan Armada Maritim Sipil dan Militer yang kuat, efisien, dan berbasis teknologi dalam negeri.
  2. Sistem pendidikan geopolitik dan ketahanan nasional sejak sekolah dasar.
  3. Peta strategis wilayah berbasis komunitas, termasuk desa perbatasan, pulau kecil, dan wilayah adat.
  4. Proteksi terhadap infrastruktur digital nasional, kabel bawah laut, dan kedaulatan data.
  5. Aliansi strategis baru berbasis keadilan global, bukan hanya ekonomi pasar bebas.
  6. Revitalisasi pengetahuan lokal sebagai pertahanan budaya, melalui film, buku, dan kurikulum.

Studi strategis dan geopolitik dalam kerangka Nusalogi tidak melihat Indonesia hanya sebagai objek konflik global, tetapi subjek aktif dalam membentuk tatanan dunia baru. Nusantara bukan sekadar jalur silang niaga, tetapi juga poros nilai, kebudayaan, dan kepemimpinan moral yang mengakar pada sejarahnya sebagai bangsa bahari.

Jika disadari dan dikelola dengan tepat, posisi geografis dan budaya Indonesia akan menjadi modal utama bukan hanya untuk bertahan—tetapi untuk memimpin.

About administrator