Kerajaan Buleleng Lama (Bali Utara, Abad ke-9 – 14 M)

“Pagi Peradaban Pulau Dewata dan Jejak Awal Bali Kuno”


Cahaya Pertama dari Utara Bali

Sebelum Bali dikenal sebagai pulau para raja Hindu–Majapahit atau destinasi budaya dunia, peradabannya telah tumbuh dengan kuat di wilayah utara yang subur dan terbuka terhadap dunia luar. Di sinilah Buleleng Lama berdiri—sebuah kerajaan tua yang menjadi simbol awal pemerintahan lokal, kebudayaan kuno, dan hubungan spiritual khas Bali yang akan membentuk identitasnya berabad-abad kemudian.

Didirikan sekitar abad ke-9 M, Kerajaan Buleleng Lama dianggap sebagai kerajaan pertama yang memiliki struktur pemerintahan resmi di Bali, jauh sebelum pengaruh kuat Majapahit merambah pulau ini. Jejaknya tidak hanya ditemukan dalam arkeologi, tetapi juga dalam naskah-naskah lontar, prasasti batu, dan keberlanjutan tradisi adat masyarakat Bali Aga.


Asal-Usul dan Pembentukan Kerajaan

1. Letak Geografis dan Keunggulan Alam

Buleleng Lama terletak di bagian utara pulau Bali, kawasan yang:

  • Kaya sumber daya alam (sungai, ladang, perbukitan),
  • Terbuka terhadap jalur perdagangan laut melalui Laut Bali,
  • Terhubung dengan dataran tinggi dan desa-desa Bali Aga (Bali Mula).

Posisi strategis ini menjadikan Buleleng sebagai:

  • Gerbang awal interaksi Bali dengan budaya India dan Jawa,
  • Tempat ideal untuk tumbuhnya kekuasaan politik awal dan pusat keagamaan Hindu–Buddha di Bali.

2. Awal Mula Pemerintahan Lokal

Beberapa prasasti Bali Kuna seperti Prasasti Sangsit, Tejakula, dan Sukawana menyebutkan adanya raja-raja yang memerintah dari kawasan utara, dengan gelar seperti:

  • Sang Ratu Sri Ugrasena (abad ke-10),
  • Sang Raja Marakata dan Anak Wungsu (abad ke-11), yang sering mengeluarkan prasasti di kawasan Buleleng dan sekitarnya.

Ini menunjukkan bahwa:

  • Buleleng merupakan bagian penting dari struktur kerajaan awal Bali,
  • Menjadi salah satu pusat pemerintahan sebelum dan sesudah Bali disatukan oleh pengaruh Jawa Timur.

Struktur Pemerintahan dan Masyarakat

1. Kepemimpinan Berbasis Adat dan Dharma

Kerajaan dipimpin oleh raja dengan gelar Sang Ratu atau Raja Dharma, yang memerintah berdasarkan prinsip:

  • Dharma (kebenaran hukum agama dan moral),
  • Kepatuhan pada adat dan kosmologi lokal.

Raja dibantu oleh pejabat seperti:

  • Senapati (panglima),
  • Sang Arya atau Prabu (golongan bangsawan),
  • Pemangku dan pandita (pemuka spiritual dan ritual).

2. Kasta dan Stratifikasi Sosial Awal

Sistem masyarakat mengenal:

  • Wangsa Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra, namun belum seketat era Majapahit.
  • Desa adat sebagai basis pengelolaan lokal, dipimpin oleh kepala desa dan juru tulis.

Arkeologi dan Prasasti-Prasasti Buleleng Lama

1. Temuan Prasasti Penting

Beberapa prasasti batu yang ditemukan:

  • Prasasti Sangsit (abad 10 M): mencatat pembebasan pajak untuk pura oleh raja.
  • Prasasti Sukawana dan Tamblingan: mencatat organisasi masyarakat desa dan pembentukan kawasan suci.

Prasasti-prasasti ini menunjukkan bahwa:

  • Pemerintahan sudah memiliki sistem administrasi,
  • Desa-desa sudah terorganisasi dalam sistem mandala spiritual dan ekonomi.

2. Situs dan Arca

Temuan arkeologi menunjukkan:

  • Arca Hindu–Buddha awal di kawasan Sawan, Tejakula, dan Banyuatis,
  • Sisa-sisa pura tua dengan struktur megalitik dan pra-Hindu (kemungkinan dari masa Bali Mula),
  • Artefak logam dan alat pertanian yang menunjukkan kemajuan teknologi lokal.

Kepercayaan dan Kebudayaan

1. Agama Hindu-Buddha Sinkretik

Buleleng Lama mencerminkan bentuk awal sinkretisme antara:

  • Agama Hindu Siwaistik dan Wisnuistik,
  • Buddhisme Mahayana, serta
  • Kepercayaan lokal Bali Aga (animisme dan pemujaan leluhur).

Pemujaan terhadap dewa:

  • Batara Siwa, Dewi Sri, Barong, dan Sang Hyang Tri Murti hidup berdampingan.
  • Pusat spiritual ditandai oleh pura-pura alam seperti Pura Beji (pemujaan air) dan Pura Bale Agung (pemerintahan adat).

2. Lontar dan Tradisi Lisan

Masyarakat Buleleng menyimpan pengetahuan dalam bentuk:

  • Lontar-lempir berisi hukum adat, mantra, dan kalender ritual,
  • Tradisi makemit, mebayuh, dan metatah yang masih hidup hingga kini.

Masa Kejayaan (Abad 11 – 13 M)

1. Kepemimpinan Anak Wungsu dan Dinasti Warmadewa

Di masa pemerintahan Raja Anak Wungsu (putra Airlangga), kerajaan Bali termasuk Buleleng:

  • Menjadi bagian dari dinasti Warmadewa yang kuat,
  • Mengeluarkan banyak prasasti di wilayah Bali utara,
  • Menunjukkan kemakmuran dalam hal pertanian, perdagangan, dan spiritualitas.

2. Interaksi Dagang dan Budaya

Buleleng memiliki pelabuhan kuno yang menjalin kontak dagang dengan:

  • Lombok dan Sumbawa (barang-barang kerajinan dan hasil pertanian),
  • Jawa Timur, tempat pengaruh Hindu–Buddha berasal,
  • Pedagang India dan Tiongkok, melalui jalur laut utara.

Hubungan dengan Jawa dan Majapahit

1. Bali Sebagai Vasal Singhasari dan Majapahit

Mulai abad ke-13:

  • Singhasari mulai memasukkan Bali ke dalam peta kekuasaannya,
  • Setelah Ekspedisi Pamalayu, Bali secara bertahap tunduk pada Majapahit (khususnya di era Gajah Mada dan Hayam Wuruk).

Raja-raja lokal Buleleng tetap berkuasa, namun mengakui kedaulatan Majapahit:

  • Hal ini memperkuat posisi Buleleng sebagai penjaga peradaban Bali Kuna, meskipun di bawah orbit Jawa.

2. Perkawinan Politik dan Integrasi Budaya

  • Banyak pernikahan antara bangsawan Bali dan Jawa (contoh: pernikahan antara raja Bali dengan putri Majapahit).
  • Bahasa dan aksara Jawa Kuno mulai menggantikan sebagian aksara Bali Kuna.
  • Arsitektur pura mulai menggunakan elemen Candi Bentar, Paduraksa, dan Meru bertingkat.

Kemunduran dan Warisan

1. Penurunan Pengaruh

Pada abad ke-14:

  • Fokus kekuasaan Bali bergeser ke selatan (Gianyar, Badung, Klungkung).
  • Buleleng Lama mulai kehilangan posisi sebagai pusat kerajaan.
  • Kerajaan Buleleng modern baru muncul kembali di era pasca-Majapahit (abad ke-17).

2. Warisan Budaya dan Simbol Adat

Buleleng Lama meninggalkan:

  • Struktur desa adat yang khas Bali Aga,
  • Sistem pertanian subak awal dan pemujaan pada air (Dewi Danu),
  • Jejak spiritual dalam bentuk pura tua dan tradisi ritual kuno yang masih dijalankan hingga kini.

Kerajaan Buleleng Lama bukan hanya merupakan titik awal sejarah Bali sebagai wilayah beradab, tetapi juga jendela bagi kita untuk melihat Bali sebelum masuknya gelombang besar pengaruh Majapahit. Ia adalah Bayang Cahaya Pagi Pulau Dewata—memancarkan semangat spiritualitas lokal, kemandirian budaya, dan keterbukaan terhadap dunia luar.

Sebagai kerajaan Bali tertua yang dikenal dalam sejarah, Buleleng Lama memberi dasar bagi pembentukan peradaban Hindu-Bali yang hidup dan berkembang hingga kini. Dalam jejak prasasti, artefak, dan adat yang masih lestari, Buleleng terus berbicara kepada generasi setelahnya—tentang awal, tentang asal, dan tentang identitas.

About administrator