Kerajaan Janggala & Panjalu (Kadiri) (Jawa Timur, 1045 – 1222 M)

“Dari Warisan Airlangga Menuju Persaingan dan Kejayaan Dua Kerajaan Kembar”


Dinasti Isyana Setelah Airlangga

Pasca pengunduran diri Airlangga sebagai raja Kahuripan pada tahun 1045 M, ia membagi kerajaannya menjadi dua entitas politik:

  • Janggala, berpusat di wilayah timur (diduga sekitar Surabaya dan Malang)
  • Panjalu (Kadiri), berpusat di barat (sekitar Kediri)

Langkah ini dilakukan untuk menghindari konflik perebutan takhta antara dua putranya. Namun, alih-alih menciptakan kedamaian abadi, pembagian ini justru memicu rivalitas kekuasaan yang panjang hingga akhirnya Kadiri mengungguli dan menyatukan kembali wilayah tersebut.

Kerajaan Panjalu (Kadiri) kemudian berkembang menjadi kekuatan politik, ekonomi, dan budaya utama di Jawa Timur pada abad ke-11 hingga awal abad ke-13, hingga akhirnya dikalahkan oleh kekuatan baru: Singhasari.


Latar Sejarah dan Pembagian Wilayah

1. Warisan Airlangga

Pada akhir masa pemerintahannya, Raja Airlangga membagi Kerajaan Kahuripan menjadi dua entitas:

  • Janggala, diduga diberikan kepada anak tertua.
  • Panjalu (Kadiri), diberikan kepada anak lain yang lebih aktif secara politik.

Pembagian ini tertulis dalam prasasti Mahaksubya, dan kemungkinan bertujuan untuk mencegah perebutan takhta di masa depan. Namun dalam praktiknya, rivalitas tetap terjadi.

2. Letak Geografis

  • Janggala mencakup wilayah timur Sungai Brantas hingga pesisir timur (Surabaya, Gresik, Malang).
  • Panjalu/Kadiri menguasai bagian barat Sungai Brantas hingga pedalaman (Kediri, Tulungagung, Nganjuk).

Pemisahan ini menjadikan Sungai Brantas sebagai batas alami, namun tidak cukup mencegah ambisi kekuasaan kedua pihak.


Perkembangan Politik Awal

1. Kerajaan Janggala

  • Informasi tentang Janggala relatif terbatas.
  • Kemungkinan eksistensinya lebur lebih cepat, terutama setelah Panjalu memperkuat pengaruhnya.
  • Diduga bahwa dalam waktu ±50 tahun, Panjalu sudah menguasai sebagian besar wilayah Janggala.

2. Kerajaan Panjalu (Kadiri)

Panjalu segera muncul sebagai kerajaan dominan:

  • Raja Samarawijaya menjadi penguasa awal yang tercatat dalam naskah.
  • Panjalu dikenal sebagai Kadiri dalam sumber-sumber Tiongkok dan India.

Kemajuan pesat Panjalu didukung oleh letak strategis ibu kotanya—Dahanapura (Kediri)—yang subur, dekat sungai, dan jauh dari gangguan laut.


Masa Kejayaan Panjalu (Kadiri)

1. Raja Jayabhaya (±1135 – 1157 M)

Jayabhaya adalah raja paling terkenal dari Panjalu. Pemerintahannya menandai:

  • Stabilitas politik jangka panjang
  • Kemajuan ekonomi, seni, dan sastra
  • Cita-cita keadilan dan ramalan keemasan Jawa

Ia dikenal melalui Ramalan Jayabhaya tentang keruntuhan dan kejayaan tanah Jawa, yang hidup dalam tradisi masyarakat hingga kini.

2. Kemajuan Budaya dan Sastra

Era Jayabhaya adalah zaman keemasan sastra Jawa Kuna, ditandai dengan:

  • Kakawin Bharatayuddha (digubah oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh)
  • Kakawin Hariwangsa, Gatotkacasraya, Smaradahana

Tema besar sastra pada masa ini adalah kepahlawanan, moralitas, dan keadilan kosmis. Kadiri menjadi pusat literasi dan budaya setara dengan pusat-pusat ilmu di Asia Tenggara kala itu.


Ekonomi, Perdagangan, dan Pelabuhan

1. Ekonomi Agraris dan Maritim

  • Kadiri berkembang sebagai kerajaan agraris berbasis produksi beras, tebu, kelapa, dan komoditas hutan.
  • Jalur perdagangan melalui Sungai Brantas memudahkan distribusi ke pelabuhan.

2. Hubungan Perdagangan Internasional

  • Tercatat dalam catatan Cina dan India sebagai kerajaan kaya dan terbuka terhadap perdagangan.
  • Ekspor: kapur barus, rempah-rempah, kayu, dan hasil pertanian.
  • Pelabuhan penting: Canggu, Juru Martani, dan Hujung Galuh.

Agama dan Spiritualitas

1. Hindu dan Buddha Koeksisten

  • Hindu (terutama Siwaisme) menjadi agama utama dalam ritual kerajaan.
  • Buddhisme Mahayana hadir berdampingan, terutama di kalangan masyarakat urban dan pendeta.

2. Filsafat dan Kosmologi Jawa

  • Perpaduan antara ajaran Hindu, Buddha, dan kepercayaan lokal (kapitayan) membentuk sistem moral raja-rakyat.
  • Konsep Raja sebagai titisan dewa (Devaraja) diperkokoh dengan candi, patung perwujudan raja, dan sistem upacara besar.

Sistem Pemerintahan dan Militer

1. Struktur Pemerintahan

  • Kadiri memiliki sistem pemerintahan yang terpusat namun fleksibel, dengan penguasa daerah diberi otonomi luas.
  • Penggunaan tanah sima untuk tempat suci dan desa penting tetap dilanjutkan dari era Airlangga.

2. Kemampuan Militer

  • Meski bukan kerajaan ekspansionis agresif, Kadiri memiliki pasukan kuat dan terlatih, menjaga rute perdagangan dan memadamkan pemberontakan.
  • Senjata: keris, tombak, dan panah; serta kapal-kapal perang di sungai dan pantai.

Konflik dan Penurunan

1. Perebutan Kekuasaan

  • Setelah Jayabhaya wafat, Kadiri mengalami perpecahan internal dan ketidakstabilan dinasti.
  • Penguasa seperti Raja Kertajaya (1185–1222) menghadapi penolakan dari kalangan brahmana karena intervensi raja dalam urusan agama.

2. Kemunculan Singhasari

  • Pada tahun 1222, Ken Arok dari Tumapel (kelak menjadi Singhasari) mengalahkan Kertajaya dalam Pertempuran Ganter.
  • Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Kadiri dan dimulainya era baru di Jawa Timur.

Masa Kejayaan Kerajaan Janggala & Panjalu (Kadiri)


Penguatan Sentralitas Kadiri

Meskipun Kerajaan Janggala dan Panjalu (Kadiri) awalnya merupakan dua entitas terpisah hasil pembagian wilayah oleh Raja Airlangga, masa kejayaan sesungguhnya diraih oleh Panjalu (Kadiri) setelah berhasil menyerap dan menguasai wilayah Janggala sekitar pertengahan abad ke-11 M.

Keunggulan Kadiri dalam:

  • Letak geografis (wilayah pertanian subur di Dahanapura/Kediri),
  • Akses sungai (Brantas sebagai jalur distribusi utama),
  • Dukungan elite politik dan pendeta Hindu-Buddha,
    membuatnya lebih unggul dalam konsolidasi kekuasaan dan pembangunan peradaban.

Puncak Kekuasaan di Era Jayabhaya (±1135–1157 M)

Puncak kejayaan Kerajaan Kadiri berlangsung pada masa pemerintahan Raja Jayabhaya, yang menjadi ikon dalam sejarah Nusantara karena:

  • Stabilitas politik yang tinggi: tidak banyak terjadi pemberontakan internal atau serangan luar yang mencolok.
  • Kebijakan keadilan sosial, sehingga rakyat memuja Jayabhaya sebagai raja dharma, penegak keadilan.
  • Jayabhaya dipandang sebagai raja visioner: dari sinilah lahir ramalan terkenal Jangka Jayabhaya tentang masa depan tanah Jawa.

Masa Jayabhaya dikenang sebagai “Zaman Emas Kadiri”, ketika negara mencapai kemakmuran di berbagai lini kehidupan.


Keemasan Sastra dan Keilmuan

Periode Jayabhaya melahirkan sastra kakawin Jawa Kuna yang monumental, antara lain:

  • Bharatayuddha (oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh): mengadaptasi epik Mahabharata dalam konteks lokal.
  • Gatotkacasraya, Smaradhana, dan Hariwangsa: kisah-kisah kepahlawanan, cinta, dan mitologi.
  • Wawasan filsafat dan teologi Hindu-Buddha dipadukan dengan nilai kejawen dan lokalitas spiritual Jawa.

Kegiatan penulisan, penyalinan naskah, dan patronase istana terhadap para pujangga menjadikan Kadiri sebagai “pusat intelektual Jawa” abad ke-12.


Kemakmuran Ekonomi dan Perdagangan

1. Sistem Pertanian Terpadu

  • Tanah subur di lembah Brantas menghasilkan surplus beras dan tebu.
  • Sistem irigasi dikelola oleh pejabat lokal dan komunitas wanua (desa).

2. Perdagangan Maritim

  • Pelabuhan Hujung Galuh, Canggu, dan pelabuhan sungai menjadi titik ekspor.
  • Ekspor: beras, garam, kapur barus, kain, hasil hutan, dan logam.
  • Kadiri menjadi bagian dari jaringan dagang internasional yang menjangkau Champa, Sriwijaya, India, dan Tiongkok.

Keberagaman Agama dan Integrasi Sosial

Kadiri menjadi model integrasi harmoni spiritual:

  • Hindu Siwa dominan dalam ritual negara dan pemujaan raja.
  • Buddhisme Mahayana berkembang di kalangan pendeta dan rakyat urban.
  • Kepercayaan lokal (kapitayan dan animisme) diakomodasi dalam ritus masyarakat desa.

Simbol koeksistensi agama ini terlihat pada arsitektur dan teks-teks yang mencerminkan toleransi serta integrasi spiritual khas Nusantara.


Sistem Pemerintahan yang Efisien

  • Raja berperan sebagai pemimpin spiritual sekaligus administratif.
  • Tanah sima dikelola untuk kepentingan keagamaan dan pendidikan.
  • Pajak dan hasil bumi menjadi sumber pembiayaan negara dan perlindungan militer.

Kadiri dikenal dengan pemerintahan yang relatif stabil dan tanpa ekspansi militer berlebihan, berbeda dari kerajaan-kerajaan yang lebih agresif.


Citra Kerajaan di Mata Dunia

Kadiri dikenal oleh dunia luar sebagai kerajaan yang:

  • Kaya, terbuka terhadap perdagangan, dan beradab.
  • Dalam catatan Tiongkok (Dinasti Song) disebut sebagai tempat asal barang-barang mewah dari Jawa.
  • Hubungan baik terjalin dengan India Selatan dan kerajaan Asia Tenggara lainnya.

Warisan Jayabhaya dan Kejatuhan Kadiri

Warisan Jayabhaya terus dikenang dalam legenda dan falsafah Jawa:

  • Jangka Jayabhaya menjadi doktrin historis-mistis.
  • Citra raja adil dan bijak dijadikan tolok ukur kepemimpinan Jawa.

Namun setelah Jayabhaya, kerajaan memasuki fase kemunduran:

  • Raja Kertajaya (penguasa terakhir) terlibat konflik dengan kaum brahmana.
  • Kekacauan ini dimanfaatkan oleh Ken Arok dari Tumapel (Singhasari) untuk menyerang Kadiri.
  • Pertempuran Ganter (1222 M) menandai akhir masa kejayaan Kadiri.

Kadiri sebagai Pilar Peradaban Nusantara

Masa kejayaan Janggala mungkin tak meninggalkan banyak jejak sejarah, namun Kadiri menciptakan:

  • Stabilitas pemerintahan jangka panjang
  • Karya sastra agung dan intelektualisme lokal
  • Integrasi ekonomi, budaya, dan spiritual

Kerajaan ini merupakan penghubung utama antara era Airlangga dan bangkitnya Singhasari serta Majapahit, dengan meninggalkan warisan yang masih terasa dalam budaya Jawa hingga kini.


Siap lanjut ke Kerajaan Singhasari (1222–1292 M)?


Warisan Budaya dan Sejarah

1. Kadiri sebagai Pusat Sastra

  • Kadiri menjadi rujukan utama sastra klasik Jawa, dan tradisinya diteruskan hingga masa Majapahit.
  • Banyak karya sastra era ini dijadikan dasar nilai, moral, dan sistem etika Nusantara.

2. Sumber Sejarah

  • Prasasti Hantang, Pujungan, dan Galunggung mencatat kebijakan dan struktur negara.
  • Kadiri juga disebut dalam catatan Dinasti Song (Cina) dan catatan India selatan (Kalinga).

Dualitas yang Mengarah pada Unifikasi

Kerajaan Janggala dan Panjalu (Kadiri) adalah hasil dari kompromi politik Airlangga, namun dalam praktik sejarah:

  • Janggala menghilang secara perlahan dan menyatu kembali ke dalam kekuasaan Panjalu.
  • Kadiri berkembang sebagai kerajaan kuat, stabil, dan kaya secara budaya, meski akhirnya juga runtuh karena konflik internal.

Kedua kerajaan ini mewariskan fondasi kuat bagi munculnya Singhasari dan Majapahit, baik dari sisi struktur negara, budaya, hingga kesadaran identitas Jawa sebagai kekuatan geopolitik utama di Nusantara.

About administrator