“Benteng Maritim Nusantara dan Pusat Perdagangan Rempah Dunia”
Makassar sebagai Poros Samudra
Kerajaan Makassar, yang terbentuk dari gabungan dua kekuatan utama—Kerajaan Gowa dan Tallo—adalah salah satu kerajaan maritim paling kuat dan kosmopolitan di Nusantara. Sejak abad ke-15 hingga pertengahan abad ke-17, Makassar berkembang menjadi pusat perdagangan internasional, pusat penyebaran Islam, dan benteng perlawanan kolonialisme Eropa.
Letaknya yang strategis di pesisir barat daya Sulawesi menjadikan Makassar pelabuhan penting bagi:
- Perdagangan rempah-rempah dari Maluku,
- Produk hasil bumi dari Kalimantan, Nusa Tenggara, dan Papua,
- Pelaut dan pedagang dari Cina, Arab, India, Eropa, dan Melayu.
Asal-Usul dan Pembentukan Gowa–Tallo
1. Gowa dan Tallo sebagai Dua Kerajaan Awal
Di wilayah yang kini dikenal sebagai Makassar, sejak abad ke-14 berdiri dua kerajaan Bugis-Makassar yang terpisah namun saling berinteraksi:
- Kerajaan Gowa, berpusat di wilayah dataran tinggi dan memiliki kekuatan militer dominan,
- Kerajaan Tallo, lebih bersifat maritim dan kosmopolitan, menguasai pesisir dan pelabuhan dagang.
Keduanya membentuk aliansi politik dan militer melalui pernikahan, strategi dagang, dan penyatuan elite bangsawan. Dari sinilah lahir Kerajaan Makassar, yang dikenal luas dalam literatur Barat sebagai Makassar Kingdom, dan dalam sumber lokal sebagai Gowa-Tallo.
2. Arung dan Sombayya
Kepemimpinan tertinggi dipegang oleh Sombayya ri Gowa (Raja Gowa) dan Karaeng (Raja Tallo), dengan struktur pemerintahan dualistik yang unik namun terkoordinasi. Dalam perkembangannya, Gowa lebih dominan secara militer dan Tallo lebih kuat dalam diplomasi dan perdagangan.
Proses Islamisasi dan Transisi Politik
1. Masuknya Islam
Islam masuk ke Makassar pada awal abad ke-17, dibawa oleh:
- Ulama dari Minangkabau dan Aceh,
- Pedagang Muslim dari Gujarat, Arab, dan Jawa.
Tokoh kunci dalam Islamisasi Makassar adalah:
- Dato’ ri Bandang,
- Dato’ Patimang,
- Dato’ Tiro.
Pada tahun 1605, Raja Gowa Daeng Manrabia memeluk Islam dan bergelar Sultan Alauddin, menjadikan Makassar kerajaan Islam resmi.
2. Islamisasi Meluas
Makassar menjalankan strategi Islamisasi diplomatik dan militer, menyebarkan Islam ke:
- Soppeng, Bone, dan Wajo,
- Buton, Bima, Dompu,
- Maluku dan Timor Barat.
Masa Kejayaan Makassar: Pusat Maritim dan Perdagangan
1. Pelabuhan Internasional
Makassar menjadi pelabuhan dagang besar dan kota kosmopolitan yang menyaingi Malaka:
- Dihuni oleh pedagang dari Gujarat, Persia, Arab, Cina, Melayu, Portugis, Inggris, hingga Spanyol,
- Bebas dari monopoli VOC, menjual rempah secara terbuka ke siapa saja,
- Menerapkan sistem pelabuhan bebas (free port).
2. Armada dan Kekuatan Maritim
Makassar memiliki armada kapal besar:
- Kapal padewakang, phinisi, dan kapal dagang berat yang mampu menjelajah Samudra Hindia,
- Armada militer menjaga Laut Banda dan rute Maluku.
3. Sistem Ekonomi dan Administrasi
Sistem ekonomi Makassar sangat maju:
- Pajak pelabuhan, sistem bea cukai,
- Administrasi berbasis catatan Lontara,
- Hukum perdagangan berbasis Islam dan adat.
Sultan Hasanuddin dan Puncak Perlawanan
1. Sultan Hasanuddin (1631–1670)
Sultan Hasanuddin adalah raja terbesar Kerajaan Makassar. Dikenal oleh Belanda sebagai “Ayam Jantan dari Timur”, ia dikenal karena:
- Kepemimpinan tegas, karismatik, dan sangat terampil dalam diplomasi dan perang,
- Penolakan keras terhadap monopoli VOC,
- Membangun aliansi Nusantara untuk menahan ekspansi kolonial.
2. Perang Makassar (1666–1669)
Konflik puncak terjadi antara Makassar dan VOC yang:
- Menduduki Maluku dan mengincar Makassar sebagai pesaing utama,
- Bersekutu dengan Bone dan pasukan Arung Palakka,
- Melancarkan serangan besar ke Benteng Somba Opu.
Makassar bertahan hebat selama 3 tahun, tetapi akhirnya:
- Benteng Somba Opu jatuh pada tahun 1669,
- Sultan Hasanuddin dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya yang sangat merugikan.
Budaya, Ilmu, dan Identitas Kosmopolitan
1. Lontara dan Tradisi Intelektual
Makassar memiliki tradisi literasi kuat dalam:
- Lontara’ Bilang (hukum dan diplomasi),
- Lontara’ Gowa (sejarah dinasti),
- Manuskrip keagamaan dan hikayat kepahlawanan.
2. Seni dan Arsitektur
- Bangunan seperti Benteng Somba Opu dan masjid kuno Katangka mencerminkan arsitektur militer dan religius yang canggih,
- Musik Makassar, tari tradisional (Pakarena), dan busana bangsawan Makassar menunjukkan percampuran budaya lokal dan asing.
Hubungan Internasional dan Diplomasi Strategis
Makassar membina hubungan dengan:
- Portugis dan Spanyol (aliansi maritim dan militer),
- Inggris dan Prancis (akses perdagangan bebas),
- Kesultanan Banten, Aceh, dan Kesultanan Islam lainnya (diplomasi keagamaan dan militer).
Makassar adalah satu dari sedikit kerajaan yang berani dan konsisten menentang VOC, bahkan menjalin kontak dengan kekuatan kolonial lain untuk menjaga kedaulatan dagangnya.
Jatuhnya Kerajaan dan Warisan Sejarah
1. Setelah Kekalahan 1669
Setelah jatuhnya Benteng Somba Opu:
- Wilayah Makassar dikendalikan oleh Belanda,
- Sultan hanya dijadikan simbol,
- Banyak elite dan ulama hijrah ke daerah lain, melanjutkan perlawanan pasif.
2. Warisan yang Bertahan
Meski kekuasaannya runtuh, warisan Makassar tetap hidup:
- Bahasa dan budaya Makassar masih lestari,
- Jejak arsitektur, pelabuhan, dan masjid kuno,
- Nama Sultan Hasanuddin diabadikan sebagai pahlawan nasional, bandara internasional, dan universitas.
Kerajaan Makassar adalah simbol dari:
- Keteguhan maritim Nusantara,
- Keberanian menghadapi kolonialisme global,
- Kekuatan perdagangan bebas yang berbasis pada keberagaman dan keterbukaan.
Dari Gowa-Tallo hingga Sultan Hasanuddin, dari pelabuhan bebas hingga armada laut, Kerajaan Makassar menjelma menjadi mercusuar kekuatan Nusantara di timur, yang warisannya tetap menyala dalam sejarah Indonesia modern.