Kerajaan Sriwijaya (Sumatra Selatan, 683 – ~1377 M)

“Sriwijaya: Imperium Maritim dan Cahaya Buddhisme di Samudera”

Lokasi: Sumatra bagian selatan (Palembang sebagai pusat awal), berkembang hingga Semenanjung Malaya, Jawa bagian barat, dan Kalimantan
Periode: ±683 M – 1377 M
Ciri khas: Kerajaan maritim Buddha Mahayana, pusat pendidikan dan perdagangan internasional
Sumber utama: Prasasti Kedukan Bukit, Talang Tuo, catatan I-Tsing (Tiongkok), Prasasti Nalanda (India)


A. Pendahuluan: Cahaya dari Hulu Musi

Kerajaan Sriwijaya dikenal sebagai salah satu kerajaan terbesar dalam sejarah Nusantara. Selama hampir tujuh abad, ia memainkan peran penting sebagai pusat perdagangan internasional, penyebaran agama Buddha Mahayana, dan kekuatan maritim yang mengendalikan jalur pelayaran Asia Tenggara.

Dari ibu kota awal di sepanjang Sungai Musi (Palembang), Sriwijaya membangun hegemoni yang meliputi puluhan pelabuhan dan kerajaan bawahan dari Semenanjung Malaya hingga Selat Sunda. Di mata dunia kuno, Sriwijaya dikenal bukan hanya karena kekuatan militernya, tetapi juga karena kebesaran intelektualnya, sebagai tempat belajar bagi biksu dari Tiongkok, India, dan Asia Timur.


Geografi Strategis dan Pusat Kekuatan

1. Lokasi Awal: Hulu Sungai Musi, Palembang

Sriwijaya tumbuh di wilayah Palembang, Sumatra Selatan, dengan dukungan geografis luar biasa:

  • Sungai Musi sebagai jalur utama transportasi dan komunikasi.
  • Delta sungai dan rawa luas menjadi pelindung alami dari serangan darat.
  • Pelabuhan-pelabuhan kecil di sepanjang tepi Sungai Musi menjadikannya kota dagang sungai yang dinamis.

2. Jalur Pelayaran dan Posisi Internasional

Posisi Sriwijaya diapit oleh dua jalur pelayaran dunia:

  • Selat Malaka: penghubung utama antara Laut Cina Selatan dan Samudera Hindia.
  • Selat Sunda: jalur menuju Nusantara bagian timur.

Dengan kontrol atas kedua selat itu, Sriwijaya memainkan peran seperti “penguasa gerbang dunia,” menjadikannya imperium perdagangan yang disegani.


Asal-Usul dan Bukti Historis

1. Prasasti-prasasti Utama

Beberapa prasasti penting menjadi fondasi pemahaman kita tentang Sriwijaya:

  • Prasasti Kedukan Bukit (683 M): menyebut ekspedisi suci Dapunta Hyang untuk mendirikan pusat kerajaan.
  • Prasasti Talang Tuo (684 M): mencatat pendirian taman perlindungan dan ajaran kebajikan Buddha.
  • Prasasti Ligor (775 M): menandai ekspansi kekuasaan Sriwijaya ke Semenanjung Melayu.
  • Prasasti Nalanda (India): mencatat bantuan dari raja Balaputradewa untuk pembangunan biara di India.

2. Catatan Tionghoa dan India

  • I-Tsing, biksu Tiongkok, tinggal di Sriwijaya pada 671–695 M dan menggambarkannya sebagai pusat studi Buddhis terbesar di Asia Tenggara.
  • Catatan dinasti Tang dan Song menyebut Sriwijaya sebagai negara makmur yang mengirim upeti dan pelajar ke Tiongkok.
  • Dalam kitab India dan Arab, Sriwijaya disebut “Zabaj” atau “Sribhoja”, menandai luasnya pengaruh kerajaan ini.

Struktur Kekuasaan dan Pemerintahan

1. Sistem Mandala dan Pelabuhan Vasal

Sriwijaya menganut sistem mandala, di mana pusat kekuasaan mengontrol daerah-daerah pelabuhan dengan:

  • Sistem tributari (upeti dan perlindungan).
  • Otonomi lokal, tetapi loyal kepada raja pusat.
  • Struktur pelabuhan sebagai “satellite state” yang memperkuat ekonomi Sriwijaya.

Contohnya: Kedah, Pahang, Jambi, Bangka, bahkan sebagian Kalimantan dan Jawa barat.

2. Raja Sebagai Chakravartin (Raja Universal)

Raja Sriwijaya dianggap sebagai pemimpin religius dan politik, bergelar:

  • Dapunta Hyang: gelar suci raja pendiri.
  • Balaputradewa: tokoh penting yang memperkuat hubungan budaya Sriwijaya–India.
  • Pemimpin bertugas menjaga kesucian Buddha, membangun taman spiritual, serta menjaga harmoni dengan kerajaan vasal.

Ekonomi Maritim dan Perdagangan Global

1. Pelabuhan dan Komoditas Strategis

Sriwijaya berkembang karena menjadi pusat distribusi:

  • Kapulaga, cendana, gaharu, lada, emas, dan kapur barus.
  • Barang dari Nusantara timur dan Maluku disalurkan ke pedagang India, Arab, dan Tiongkok.

2. Pusat Transshipment Internasional

  • Menyediakan fasilitas pengisian ulang, penyimpanan, dan pertukaran barang.
  • Pedagang dari Gujarat, Parsi, Tiongkok, dan Bengal singgah di Sriwijaya untuk berniaga dan bertukar budaya.
  • Mengelola sistem bea cukai dan pajak pelabuhan secara efisien.

Agama Buddha Mahayana dan Pendidikan

1. Pusat Keagamaan Asia Tenggara

Sriwijaya dijuluki sebagai Nalanda dari Timur, karena:

  • Banyak biksu dan pelajar tinggal dan belajar di vihara-vihara Sriwijaya.
  • Pengembangan teks Buddha Mahayana dan Vajrayana dilakukan di sini.
  • Hubungan intelektual erat dengan Nalanda dan Vikramashila di India.

2. Kegiatan Religius dan Arsitektur Suci

  • Pendirian taman spiritual, stupa, vihara, dan tempat meditasi seperti yang dicatat dalam Talang Tuo.
  • Candi-candi awal (di Palembang, Bangka, dan Jambi) dibangun dari bata dan batu dengan pengaruh arsitektur Buddha India.

Budaya, Bahasa, dan Aksara

1. Bahasa Sanskerta dan Melayu Kuno

  • Bahasa resmi: Melayu Kuno yang ditulis dalam aksara Pallawa dan Kawi.
  • Dokumen resmi dan prasasti ditulis dalam bahasa Sanskerta, digunakan sebagai simbol kekuasaan dan agama.

2. Warisan Budaya dan Literasi

  • Naskah-naskah Buddhis disalin dan disebarkan ke Asia Timur.
  • Pembentukan tradisi seni rupa, pahat, dan ukiran kayu untuk keperluan vihara.
  • Terciptanya dialek Melayu-Sriwijaya yang menjadi cikal bakal bahasa Melayu modern.

Hubungan Internasional dan Diplomasi

1. Ekspansi Politik dan Militer

  • Ekspedisi militer ke Semenanjung Malaya, Thailand selatan, dan Jambi (Sumatra Tengah).
  • Konflik dengan kerajaan-kerajaan lokal seperti Ligor dan Kedah.
  • Ekspedisi Pamalayu oleh kerajaan Singhasari untuk merebut hegemoni Sriwijaya pada abad ke-13.

2. Aliansi Budaya dan Dagang

  • Hubungan erat dengan Dinasti Tang dan Song di Tiongkok.
  • Kiriman biksu dan upeti sebagai bagian dari soft diplomacy.
  • Menjalin relasi spiritual dan budaya dengan kerajaan di India dan Sri Lanka.

Kemunduran dan Kehancuran

1. Faktor Internal

  • Fragmentasi kekuasaan: pelabuhan vasal mulai lepas dari pusat (misalnya Kedah dan Jambi).
  • Konflik internal antara keluarga raja dan bangsawan lokal.
  • Serangan bajak laut dan melemahnya kendali armada laut.

2. Faktor Eksternal

  • Serangan Raja Kertanegara dari Singhasari (Ekspedisi Pamalayu, 1275).
  • Ekspansi Majapahit yang kemudian mengambil alih sisa wilayah Sriwijaya pada abad ke-14.
  • Serangan Majapahit tahun 1377, yang menjadi akhir dari pusat kekuasaan Sriwijaya di Palembang.

Warisan dan Relevansi Sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya meninggalkan warisan luar biasa:

  • Menjadi simbol kekuatan maritim dan perdagangan global di Nusantara.
  • Pusat agama Buddha Mahayana yang menyebarkan ajaran dharma ke seluruh Asia.
  • Pewaris bahasa dan budaya Melayu yang kemudian mendominasi Asia Tenggara.
  • Menjadi inspirasi pembentukan identitas maritim Indonesia, yang melihat dirinya sebagai bangsa pelaut dan penghubung antarbenua.

Dari Sungai Musi ke Laut Cina Selatan, dari India ke Champa, Sriwijaya telah membuktikan bahwa Nusantara adalah kekuatan samudera dan cahaya peradaban Asia. Di tengah tantangan modern, Sriwijaya menjadi pengingat bahwa kejayaan Indonesia pernah terletak pada kemampuan mengelola laut, merangkul spiritualitas, dan memimpin dengan visi lintas samudera.

About administrator