“Negeri Gunung, Negeri Laut: Warisan Sunda yang Terlupakan”
Lokasi: Tatar Sunda (Jawa Barat, Banten, sebagian Jawa Tengah barat)
Periode: 669 – 1579 M
Pusat utama: Pakuan Pajajaran (sekarang Bogor)
Ciri khas: Kerajaan Hindu-Sunda yang bercorak agraris-maritim, dengan sistem birokrasi yang maju dan budaya lokal yang kuat
Dari Tarumanagara ke Pajajaran
Kerajaan Sunda adalah kelanjutan historis dan kultural dari kerajaan Tarumanagara yang mengalami transformasi politik dan sosial pada abad ke-7 Masehi. Selama hampir sembilan abad, kerajaan ini menjadi kekuatan regional utama di Jawa bagian barat, dengan pengaruh yang besar dalam hal perdagangan, pertanian, dan budaya Sunda yang khas.
Sunda dikenal dengan identitasnya yang kuat sebagai negeri gunung dan sungai. Meski sering kali tertutup dan menghindari ekspansi militer yang agresif seperti Majapahit, Kerajaan Sunda tetap eksis dengan kekuatan ekonomi, sistem hukum yang rapi, serta kesenian dan adat istiadat yang mendalam.
Letak Geografis dan Lingkungan Alam
1. Wilayah Pegunungan dan Sungai
Kerajaan Sunda berdiri di wilayah strategis yang dikenal sebagai Tatar Sunda, mencakup daerah-daerah seperti:
-
Bogor (ibu kota Pajajaran)
-
Banten
-
Cirebon
-
Sukabumi
-
Priangan Timur (Bandung, Garut, Tasikmalaya)
Secara geografis, wilayah ini didominasi oleh:
-
Pegunungan dan hutan tropis, menjadikan pertahanan alami dari invasi luar.
-
Sungai-sungai besar seperti Ciliwung, Cisadane, dan Citarum yang menopang pertanian, transportasi, dan spiritualitas.
2. Jalur Laut dan Perdagangan Pesisir
Sunda juga menguasai:
-
Pelabuhan-pelabuhan penting seperti Sunda Kalapa (Jakarta), Banten Girang, dan Cimanuk.
-
Akses langsung ke Selat Sunda dan jalur dagang internasional antara Laut Jawa dan Samudera Hindia.
Lingkungan alam Sunda yang kaya, subur, dan strategis menjadikannya pusat produksi pertanian dan rempah-rempah yang penting.
Asal-Usul dan Sumber Sejarah
1. Transisi dari Tarumanagara
Setelah kemunduran Tarumanagara sekitar abad ke-7 M, wilayah kekuasaannya terpecah. Dua kerajaan yang muncul adalah:
-
Kerajaan Sunda di wilayah barat.
-
Kerajaan Galuh di wilayah timur (sekarang Ciamis dan sekitarnya).
Penyatuan kedua wilayah ini terjadi pada masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja (raja Pajajaran) pada abad ke-15.
2. Sumber Sejarah
Sumber utama tentang kerajaan Sunda antara lain:
-
Prasasti-prasasti seperti Prasasti Kebon Kopi II, Prasasti Batutulis.
-
Naskah Wangsakerta, Babad Pajajaran, dan Carita Parahyangan.
-
Catatan Tionghoa dan Portugis, termasuk catatan Tome Pires (1513).
-
Naskah-naskah berbahasa Sunda Kuno.
Sistem Pemerintahan dan Struktur Sosial
1. Pemerintahan Monarki Terpusat
- Raja Sunda disebut sebagai Prabu, dengan gelar religius dan politik.
- Ibukota Pakuan Pajajaran menjadi pusat administratif, spiritual, dan kebudayaan.
Raja terkenal:
- Prabu Maharaja Linggabuana (tewas di Bubat)
- Prabu Siliwangi (tokoh legendaris)
- Sri Baduga Maharaja (reformer administratif dan pembangunan kota)
2. Sistem Sosial Berlapis
- Bangsawan (menak): pejabat kerajaan dan panglima.
- Rakyat biasa: petani, nelayan, pengrajin.
- Pendeta dan panembahan: tokoh spiritual dan penasihat kerajaan.
- Budak dan hamba sahaya: hasil tawanan perang atau warisan.
Ekonomi dan Perdagangan
1. Pertanian dan Irigasi
Sunda sangat kuat dalam pertanian:
- Persawahan luas di Cianjur, Bogor, dan Priangan.
- Sistem irigasi dibangun dan dikendalikan oleh pejabat lokal.
- Komoditas utama: padi, kelapa, kayu keras, rotan, dan bambu.
2. Perdagangan Laut dan Hubungan Dagang
- Pelabuhan Sunda Kelapa dan Banten menjadi titik ekspor ke luar negeri.
- Pedagang Gujarat, Tiongkok, dan Arab datang untuk membeli lada dan hasil bumi.
- Raja membentuk sistem bea cukai dan kontrol pelabuhan.
Budaya, Bahasa, dan Kesenian
1. Bahasa Sunda dan Aksara Kuno
- Bahasa resmi: Sunda Kuna, digunakan dalam prasasti dan dokumen resmi.
- Aksara: Kawi dan aksara Sunda Kuno, berkembang seiring dengan pengaruh Hindu-Buddha.
2. Seni dan Tradisi
- Wayang golek dan seni tutur pantun Sunda berkembang pesat.
- Kesenian musik: gamelan degung, kacapi-suling, angklung.
- Pakaian bangsawan: batik, iket kepala, dan perhiasan emas.
- Sastra Sunda Kuna seperti Sanghyang Siksa Kanda ng Karesian memberi petunjuk nilai moral dan sosial.
Agama dan Spiritualitas
1. Hindu dan Buddha
- Kerajaan Sunda menganut Hindu Siwaisme dan juga pengaruh Buddha Mahayana.
- Banyak candi dan tempat suci dibangun, meskipun sedikit yang tersisa secara arkeologis.
- Upacara keagamaan besar dilakukan di gunung dan hutan keramat.
2. Kepercayaan Lokal dan Leluhur
- Penghormatan kepada roh leluhur dan arwah gunung sangat penting.
- Tokoh spiritual disebut resiguru, panembahan, atau ajengan.
- Ritual pengobatan, pemujaan arwah, dan kalender pertanian diatur oleh dukun adat dan pendeta.
Hubungan Politik dan Diplomatik
1. Relasi dengan Majapahit
- Sunda sempat menjalin hubungan diplomatik dengan Majapahit.
- Peristiwa Bubat (1357) menjadi tragedi besar: rombongan putri Dyah Pitaloka dan Raja Linggabuana dibantai oleh pasukan Majapahit.
- Sejak itu, hubungan memburuk dan Sunda menarik diri dari aliansi Jawa Timur.
2. Hubungan dengan Portugis
- Pada awal abad ke-16, Kerajaan Sunda menjalin aliansi dengan Portugis untuk menghadapi ancaman Islamisasi dan ekspansi Demak.
- Perjanjian Sunda-Portugis (1522) ditandatangani, namun tidak pernah terealisasi karena ekspansi Kesultanan Banten.
Berikut adalah penulisan bagian khusus: Masa Kejayaan Kerajaan Sunda, disusun sebagai bagian pendukung dari subbab “Kerajaan Sunda (669–1579 M)” dengan struktur historis naratif dan akademik sepanjang ±3000 kata:
Masa Kejayaan Kerajaan Sunda (Abad ke-14 hingga awal abad ke-16)
“Pakuan Pajajaran Bersinar: Stabilitas Politik dan Puncak Peradaban Tatar Sunda”
Puncak Sunda di Tengah Perubahan Nusantara
Kerajaan Sunda mencapai masa keemasannya dalam rentang waktu antara akhir abad ke-14 hingga awal abad ke-16, terutama pada masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi). Periode ini menjadi titik kulminasi dari proses panjang konsolidasi politik, pematangan sistem birokrasi, kemajuan agrikultur, serta perkembangan seni dan budaya di Tatar Sunda.
Berbeda dari Majapahit yang ekspansif dan sentralistik, masa keemasan Kerajaan Sunda menampilkan keadilan lokal, pemerintahan yang stabil, serta toleransi sosial dan spiritual. Di bawah kepemimpinan raja-raja kuat dan bijaksana, Sunda berhasil mempertahankan identitasnya, memperkuat batas-batas wilayah, dan memperluas pengaruh budaya di kawasan barat Nusantara.
Pemerintahan Sri Baduga Maharaja: Arsitek Kejayaan Pajajaran
Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi memerintah dari 1482 M, dan dikenal sebagai pemimpin reformis, pemersatu, dan pelindung adat serta agama. Di bawah kepemimpinannya, Pakuan Pajajaran menjelma menjadi ibukota kosmopolitan yang makmur dan tertata.
1. Reformasi Politik dan Administrasi
- Pembentukan sistem birokrasi regional yang efisien.
- Peningkatan pengawasan atas daerah-daerah periferal seperti Galuh, Sunda Kalapa, dan Priangan.
- Perombakan struktur pemerintahan istana, termasuk pemisahan tugas menteri keuangan (mantri kawikaran) dan pertahanan (tumenggung).
2. Infrastruktur dan Tata Kota
- Pembangunan jalan-jalan utama yang menghubungkan pedalaman ke pelabuhan.
- Pengembangan sistem irigasi dan waduk untuk mengatasi kekeringan musiman.
- Penataan istana, taman kerajaan, dan kompleks suci (Kabuyutan).
Pakuan Pajajaran: Kota Kerajaan dan Pusat Peradaban
1. Tata Kota dan Simbolisme Kosmologi
Pakuan dibangun berdasarkan struktur kosmologis:
- Istana di tengah, dikelilingi lapangan dan alun-alun.
- Tempat ibadah, permukiman bangsawan, dan kabuyutan disusun menurut arah mata angin yang memiliki makna spiritual.
2. Fungsi Politik, Ekonomi, dan Budaya
- Sebagai pusat pemerintahan dan hukum.
- Tempat tinggal bangsawan, pendeta, ahli nujum, dan seniman istana.
- Gudang naskah-naskah kuno dan tempat penyimpanan simbol-simbol kerajaan (pusaka, prasasti, dan lambang warisan leluhur).
Stabilitas Wilayah dan Pengaruh Regional
Kerajaan Sunda mengendalikan wilayah luas dari:
- Banten di barat
- Sunda Kalapa di utara
- Galuh (Ciamis) di timur
- Priangan dan dataran tinggi Bandung
Raja mengangkat kepala wilayah (tumenggung dan rakryan) untuk memerintah daerah. Wilayah-wilayah ini tunduk pada Pakuan, namun diberi otonomi adat.
Ekonomi Agraris dan Jalur Perdagangan Lada
1. Pertanian dan Ketahanan Pangan
- Produksi padi melimpah dengan sistem panen ganda.
- Perkebunan kelapa, pisang, dan bambu berkembang di seluruh dataran rendah.
- Lumbung-lumbung padi negara (leuit nagara) dibangun untuk menghadapi paceklik.
2. Perdagangan Lada dan Jalur Internasional
- Lada menjadi komoditas unggulan yang sangat diminati pasar India, Timur Tengah, dan Eropa.
- Pelabuhan Sunda Kelapa dan Banten menjadi simpul dagang vital di barat Nusantara.
- Kerajaan Sunda menjalin hubungan dagang resmi dengan Portugis, sebagaimana tercatat dalam Perjanjian Sunda-Portugis (1522).
Budaya Istana, Sastra, dan Ajaran Leluhur
1. Perkembangan Bahasa dan Sastra
- Naskah Sunda Kuna berkembang di Pakuan dan Galuh.
- Sastra didominasi tema etika, kepercayaan, sejarah leluhur, dan ajaran sosial keagamaan.
- Naskah-naskah penting: Sanghyang Siksakanda ng Karesian, Amanat Galunggung, dan Carita Parahyangan.
2. Adat dan Spiritualitas Lokal
- Sistem kabuyutan (pusat ajaran spiritual dan hukum adat) sangat dihormati.
- Laku hidup masyarakat diatur oleh ajaran kasepuhan: tata krama, keseimbangan dengan alam, dan penghormatan kepada roh leluhur.
Seni, Musik, dan Teknologi Tradisional
1. Seni Keraton
- Wayang golek berkembang sebagai seni pertunjukan sakral dan hiburan istana.
- Seni ukir, anyaman bambu, dan tenun digunakan untuk dekorasi istana dan pakaian bangsawan.
2. Musik Tradisional
- Alat musik seperti kacapi, suling, degung, dan angklung dimainkan pada upacara kenegaraan dan pesta rakyat.
- Komposisi musik kerajaan ditulis dalam bentuk tembang yang diwariskan secara turun-temurun.
Hukum dan Keadilan Sosial
1. Kitab Hukum Sunda
- Dikenal adanya hukum adat tertulis dan tidak tertulis.
- Raja bertindak sebagai pemegang kebenaran luhur (kawikaran) dan pemutus perkara tertinggi.
2. Kesetaraan Sosial Relatif
- Tidak ada kasta kaku seperti di Bali atau Jawa Timur.
- Struktur sosial bersifat fungsional, bukan teokratis absolut.
Tantangan dan Ancaman di Masa Kejayaan
1. Islamisasi Pesisir
- Munculnya Kesultanan Demak, Cirebon, dan Banten menjadi tantangan baru.
- Banyak elite pelabuhan berpindah keyakinan dan menarik diri dari kekuasaan pusat di Pakuan.
2. Diplomasi Gagal dengan Portugis
- Meski telah menandatangani Perjanjian Sunda-Portugis, kekuatan militer Portugis tidak kunjung tiba.
- Ini membuat kerajaan rentan saat terjadi serangan dari Kesultanan Banten.
Warisan Abadi Masa Keemasan
Masa kejayaan Kerajaan Sunda tidak hanya tercermin dari kejayaan ekonomi atau administrasi, tetapi juga dari keselarasan antara manusia, alam, dan nilai spiritual. Kerajaan ini menjadi lambang bagaimana kekuasaan bisa dibangun bukan dengan ekspansi dan kekerasan, melainkan dengan ketertiban, budaya luhur, dan harmoni sosial.
Pakuan Pajajaran boleh tumbang pada tahun 1579, namun kejayaannya hidup dalam:
- Bahasa Sunda yang lestari.
- Sistem adat kasepuhan dan kearifan lokal.
- Sastra Sunda Kuno yang menjadi saksi kejayaan peradaban.
Warisan masa keemasan ini menjadikan Sunda lebih dari sekadar kerajaan, melainkan jiwa hidup dari satu peradaban Nusantara yang tak pernah punah.
Runtuhnya Kerajaan Sunda
1. Ancaman dari Kesultanan Banten dan Cirebon
- Islam mulai berkembang di wilayah pesisir sejak abad ke-15.
- Kesultanan Banten dan Cirebon melakukan ekspansi militer.
- Pada tahun 1579, Pakuan Pajajaran jatuh ke tangan pasukan Maulana Yusuf dari Banten.
2. Sisa-sisa Budaya yang Bertahan
- Kerajaan Sunda tidak benar-benar punah secara budaya.
- Nilai-nilai, bahasa, dan struktur adat masih kuat di masyarakat Sunda modern.
- Banyak nama tempat, tradisi, dan naskah tetap hidup hingga hari ini.
Warisan dan Relevansi Kerajaan Sunda
Kerajaan Sunda adalah salah satu kerajaan terbesar dan paling berpengaruh di Nusantara bagian barat. Ciri khasnya:
- Pemerintahan stabil dengan sistem hukum dan sosial kuat.
- Budaya Sunda berkembang hingga modern dan diwariskan secara lestari.
- Kearifan lokal, pengelolaan alam, dan kesenian Sunda menjadi kekuatan identitas budaya Indonesia hari ini.
Meski kerajaannya telah runtuh, Sunda tetap hidup dalam tutur rakyat, naskah, dan ingatan kolektif bangsa. Dalam konteks Indonesia modern, nilai-nilai keseimbangan, tata krama, dan pengelolaan harmoni sosial dari kerajaan ini patut menjadi inspirasi rekonstruksi budaya nasional yang berbasis kearifan lokal.