“Awal Peradaban Bugis dan Jejak Tertua di Sulawesi Selatan”
Jejak Awal Peradaban Bugis di Luwu
Di antara tanah-tanah subur lembah dan hutan tropis Sulawesi Selatan, berdiri salah satu kerajaan tertua yang menjadi fondasi awal peradaban Bugis: Kerajaan Tole / Luwu. Sebagai salah satu kerajaan tertua di kawasan timur Indonesia, Luwu memiliki kedudukan penting dalam membentuk identitas budaya, sistem nilai, dan jaringan kekuasaan etnis Bugis–Makassar.
Kerajaan ini dikenal dalam Lontara—naskah kuno Bugis—dan dalam catatan Eropa serta Arab sebagai pusat logam dan perdagangan besi. Selain itu, Luwu juga merupakan tempat asal banyak tokoh mitologis yang kemudian menjadi nenek moyang raja-raja Bugis dan Toraja.
Didirikan sekitar abad ke-13 M, dan mencapai puncak pengaruhnya pada abad ke-15 M, Luwu memainkan peran strategis dalam:
- Penyebaran kebudayaan Bugis ke wilayah pesisir dan pegunungan,
- Pertukaran antara budaya lokal dan luar (Minangkabau, Jawa, Arab),
- Pembentukan sistem sara’ dan adat di Sulawesi Selatan.
Asal-Usul Kerajaan Tole / Luwu
1. Nama dan Legenda Tole
Dalam naskah Lontara Wajo dan Lontara Luwu, nama “Tole” mengacu pada tokoh atau garis keturunan bangsawan awal di kawasan Luwu yang menjadi leluhur dari banyak kerajaan Bugis. Tole sering dikaitkan dengan:
- Pendiri dinasti awal yang berasal dari campuran dewa dan manusia (mitologi Tolotang),
- Penguasa yang memiliki kemampuan supranatural, dan
- Asal mula institusi arajang (tahta sakral Bugis).
Kerajaan ini dikenal juga dengan nama Luwu atau Ware’, yang terletak di sekitar daerah Malili, Bone-Bone, dan Sungai Luwu, antara Teluk Bone dan Pegunungan Latimojong.
2. Pusat Peradaban Awal di Sulawesi
Luwu diyakini sebagai:
- Kerajaan Bugis tertua, sebelum munculnya kerajaan Bone, Soppeng, Wajo.
- Awal dari sistem pengorganisasian masyarakat Bugis berdasarkan hierarki dan norma adat.
- Titik awal migrasi budaya Bugis ke daerah pesisir lainnya di Sulawesi Selatan dan Barat.
Struktur Sosial dan Pemerintahan
1. Sistem Arung dan Arumpone
Pemerintahan di Luwu menggunakan sistem kerajaan kolektif:
- Raja disebut Datu Luwu atau Arung Matoa, yang dipilih dari garis keturunan bangsawan suci.
- Dewan bangsawan (Ade’) mengatur norma adat dan hukum.
- Pemerintahan dilaksanakan secara kolegial, dengan koordinasi antara datu, arung, dan pabbicara (penasihat).
2. Sistem Kedatuan dan Persekutuan
Luwu membawahi beberapa daerah:
- Kawasan lembah dan dataran tinggi di Latimojong dan pegunungan Toraja.
- Daerah pesisir dan pelabuhan yang menjadi pusat dagang dan pengumpulan logam.
Beberapa daerah seperti Baebunta, Bone-bone, Malili berstatus semiotonom namun tetap tunduk pada Datu Luwu.
Ekonomi dan Perdagangan
1. Pusat Industri Besi
Salah satu keunggulan Luwu adalah:
- Produksi logam, khususnya besi dan baja tradisional dari pasir besi lokal.
- Peralatan senjata, alat pertanian, dan logam perhiasan dari Luwu terkenal di seluruh Sulawesi, bahkan sampai ke Maluku dan Kalimantan.
Catatan Portugis abad ke-16 menyebutkan bahwa:
“Besi terbaik di kepulauan datang dari pegunungan Luwu, tempat di mana api dan logam adalah bagian dari kehidupan masyarakat.”
2. Jalur Perdagangan Laut dan Pegunungan
Letak geografis Luwu:
- Terbuka ke Teluk Bone, memudahkan interaksi dengan Makassar, Buton, dan Mandar.
- Menjadi penghubung antara Bugis pesisir dan masyarakat Toraja pegunungan.
Komoditas penting:
- Besi, rotan, damar, sagu, dan hasil pertanian dataran tinggi.
- Kain tenun dan peralatan logam dipertukarkan dengan emas, garam, dan keramik asing.
Kepercayaan dan Kosmologi
1. Kepercayaan Tradisional Bugis: Tolotang dan Dewata Seuwae
Sebelum Islam masuk, masyarakat Luwu menganut:
- Kepercayaan Dewata Seuwae (Sang Tunggal)—konsep Tuhan Tunggal.
- Sistem pangngaderreng: aturan adat yang meliputi etika, hukum, dan spiritualitas.
- Konsep sulapa eppa (empat penjuru energi kosmik) sebagai panduan tata ruang dan masyarakat.
2. Tempat Suci dan Simbol Kerajaan
- Arajang (regalia kerajaan) disimpan dan dipuja sebagai simbol kekuasaan dan wahyu suci.
- Ritual adat dan pertanian dilakukan oleh Bissu (pendeta waria suci), yang menghubungkan dunia manusia dan dewa.
Interaksi Politik dan Pengaruh Lintas Kawasan
1. Interaksi Awal dengan Kerajaan Lain
- Luwu menjalin hubungan dengan Buton, Ternate, Gowa, dan Bone.
- Tercatat dalam ekspedisi dagang dan perang lintas pulau, termasuk pertukaran logam dan pernikahan dinasti.
2. Hubungan dengan Majapahit dan Pamalayu
- Beberapa catatan menyebut kemungkinan Luwu sebagai mitra dagang atau vasal longgar dari Majapahit, terutama dalam penyediaan logam.
- Tidak tertutup kemungkinan keterlibatan dalam jaringan ekspedisi timur Jawa yang menjangkau Buton, Flores, dan Sulawesi Selatan.
Masa Kejayaan (Abad ke-14 – 15 M)
1. Datu-Datu Legendaris
Nama-nama tokoh penting:
- Datu Pabbajo-ri-Luwu (seorang pemimpin yang memajukan logam dan pelabuhan).
- La Galigo (tokoh mitologis, tetapi didasarkan pada sejarah raja-raja awal Luwu).
2. Jejak dalam Epos La Galigo
- Sureq Galigo, naskah epik terpanjang di dunia, menyebut Luwu sebagai pusat dunia Bugis.
- Tokoh Sawerigading, putra raja Luwu, menggambarkan keagungan kerajaan dan ekspedisinya hingga Tiongkok dan Maluku.
Awal Islamisasi dan Transisi Budaya
1. Kontak dengan Islam
- Dakwah Islam pertama kali masuk ke Luwu lewat pelabuhan.
- Datu terakhir yang belum memeluk Islam hidup sejaman dengan awal berdirinya kerajaan-kerajaan Islam di Gowa dan Bone.
2. Transisi ke Sistem Baru
- Sekitar abad ke-16, Luwu mulai membuka diri terhadap Islam, meskipun tetap mempertahankan sistem adat lama (Pangngaderreng).
- Bissu, bangsawan, dan pemimpin adat berperan dalam sinkretisme awal agama dan budaya.
Penurunan Pengaruh dan Warisan Budaya
1. Kemunduran
- Kekuasaan Luwu mulai menurun saat Bone dan Gowa tumbuh pesat.
- Masuknya Islam secara menyeluruh dan bangkitnya kerajaan-kerajaan maritim lain menggeser posisi Luwu dari pusat ke pinggiran.
2. Warisan
- Budaya Bugis klasik, logam tradisional, dan hukum adat berakar dari Luwu.
- Arajang dan sistem pangngaderreng tetap hidup hingga kini.
- Epos La Galigo menjadi warisan dunia UNESCO (manuskrip dunia).
Kerajaan Tole / Luwu adalah bukti bahwa peradaban awal Sulawesi Selatan bukan hanya hidup, tetapi juga dinamis, kaya, dan canggih. Dari produksi besi yang legendaris, sistem pemerintahan adat yang kolektif, hingga spiritualitas yang menyentuh langit dan bumi, Luwu mewariskan cetak biru identitas Bugis.
Kerajaan ini adalah akar dari pohon besar Bugis, yang cabangnya kemudian menjalar ke seluruh Nusantara, membawa semangat pelayaran, perdagangan, martabat adat, dan keberanian untuk berdiri di antara dunia dewa dan manusia.