Kesultanan Banten (1527 – 1813 M)

“Pusat Perdagangan Dunia dan Benteng Islam di Barat Jawa”


Ketika Barat Jawa Menjadi Pelabuhan Dunia

Kesultanan Banten berdiri di pesisir barat Pulau Jawa, di jalur emas pelayaran internasional menuju dan dari Selat Sunda. Ia menjelma dari pelabuhan kecil menjadi salah satu kota dagang terpenting di Asia Tenggara, bersaing langsung dengan Malaka dan kemudian Batavia. Dengan fondasi Islam yang kuat, ekonomi maritim yang berkembang, serta diplomasi aktif dengan kerajaan-kerajaan Muslim dan kekuatan Eropa, Banten menjelma menjadi poros kekuatan Islam global di Nusantara.

Didirikan pada 1527 oleh Sunan Gunung Jati dan putranya Maulana Hasanuddin, Banten menjadi:

  • Pelabuhan ekspor lada paling aktif,
  • Pusat pertemuan para pedagang dari Timur Tengah, Gujarat, Cina, Eropa,
  • Simbol kejayaan Islam maritim di barat Nusantara.

Pendirian Kesultanan: Hasanuddin dan Misi Islamisasi

1. Latar Sejarah

Pada awal abad ke-16, wilayah Banten masih berada dalam kekuasaan Kerajaan Hindu-Buddha Sunda Pajajaran. Namun, dominasi Pajajaran mulai goyah seiring dengan ekspansi Islam di pesisir utara Jawa, terutama dari Demak dan Cirebon.

Tahun 1527, ekspedisi militer dan dakwah yang dipimpin Sunan Gunung Jati dan putranya, Maulana Hasanuddin, berhasil merebut pelabuhan strategis Sunda Kelapa dari Pajajaran. Peristiwa ini kemudian dikenal sebagai awal pendirian dua kesultanan besar:

  • Kesultanan Banten di barat,
  • Kesultanan Demak yang memproyeksikan kekuasaannya ke barat melalui persekutuan.

2. Maulana Hasanuddin sebagai Pendiri

Maulana Hasanuddin mendirikan Kesultanan Banten secara resmi di lokasi yang kini menjadi Kota Serang. Ia menjadi sultan pertama (1526–1570), meletakkan dasar pemerintahan Islam yang kuat dengan bantuan para ulama dan saudagar Muslim.


Islamisasi dan Sistem Pemerintahan

1. Pemerintahan Berbasis Syariah

Sistem kesultanan Banten dibangun atas dasar:

  • Islam sebagai dasar hukum dan pemerintahan,
  • Keterlibatan ulama dalam peradilan dan pengambilan keputusan,
  • Penguatan pendidikan Islam, masjid, dan lembaga keagamaan.

Struktur pemerintahan terdiri dari:

  • Sultan sebagai pemimpin spiritual dan politik,
  • Qadhi, mufti, dan syahbandar sebagai penegak hukum dan pengelola pelabuhan,
  • Kadi kesultanan, yang mengurusi fatwa dan hukum waris.

2. Islam dan Budaya Lokal

Islam di Banten disebarkan melalui:

  • Dakwah sufistik dan pesantren,
  • Pendirian masjid agung dan menara sebagai simbol spiritual,
  • Seni wayang dan sastra berbahasa Melayu dan Jawa bercorak Islam.

Pusat Perdagangan Internasional

1. Ekonomi Maritim dan Lada

Banten menjadi produsen lada terbesar di Asia Tenggara. Hasil bumi dari pedalaman diekspor ke:

  • Gujarat, Timur Tengah, Tiongkok, Jepang, dan Eropa,
  • Menjadikan pelabuhan Banten sebagai simbol kejayaan Islam dagang.

2. Pedagang Internasional

Pelabuhan Banten dipenuhi kapal dagang dari berbagai bangsa:

  • Gujarat, Persia, Turki, membawa tekstil dan perhiasan,
  • Cina dan Jepang, membawa keramik, sutra, dan logam mulia,
  • Portugis, Belanda, dan Inggris, bersaing memperebutkan akses perdagangan.

3. Infrastruktur Niaga

Kesultanan membangun:

  • Gudang lada dan kantor dagang,
  • Jalur pengangkutan air dan kanal,
  • Mata uang lokal untuk memudahkan transaksi internasional.

Masa Kejayaan: Sultan Ageng Tirtayasa (1651–1683)

1. Reformasi dan Modernisasi

Sultan Ageng Tirtayasa adalah penguasa terbesar Banten. Di bawah pemerintahannya:

  • Banten memperluas kekuasaan ke Lampung, Palembang, bahkan wilayah Kalimantan,
  • Membentuk angkatan laut dan tentara tetap,
  • Membangun istana, sistem irigasi, dan pesantren megah.

2. Hubungan Internasional

Ageng Tirtayasa menjalin aliansi dengan:

  • Kesultanan Aceh dan Mataram,
  • Kesultanan Maroko dan Turki Utsmani secara spiritual,
  • Inggris dan Perancis untuk melawan dominasi VOC.

3. Penolakan terhadap VOC

Beliau menolak monopoli VOC dan membuka perdagangan bebas. Ini menyebabkan:

  • Ketegangan tinggi dengan Belanda,
  • Peperangan antara Banten dan VOC pada akhir abad ke-17.

Konflik Internal dan Kemunduran

1. Perselisihan Ageng – Haji

Tragedi terbesar Banten adalah konflik antara Sultan Ageng Tirtayasa dan putranya sendiri, Sultan Haji. VOC mengeksploitasi perpecahan ini dan:

  • Menjadikan Sultan Haji sebagai boneka kekuasaan,
  • Menangkap dan memenjarakan Ageng Tirtayasa (1683),
  • Memasukkan Banten ke dalam orbit kekuasaan kolonial secara perlahan.

2. Dominasi VOC

Setelah kekalahan Sultan Ageng:

  • VOC menguasai perdagangan dan pelabuhan,
  • Sultan kehilangan otonomi dan menjadi simbolis,
  • Perekonomian menurun, perdagangan beralih ke Batavia.

Kehidupan Sosial dan Budaya

1. Pendidikan dan Keulamaan

Banten menjadi pusat ilmu keislaman:

  • Pesantren-pesantren besar berdiri di Serang, Caringin, dan Tanara,
  • Ulama seperti Syekh Nawawi al-Bantani (abad ke-19) mengharumkan nama Banten di Mekkah dan Mesir.

2. Arsitektur dan Urbanisasi

Ciri khas kota Banten:

  • Masjid Agung Banten dengan menara berbentuk pagoda,
  • Istana Surosowan dan Keraton Kaibon,
  • Tata kota berbasis maritim dan spiritualitas Islam.

Akhir Kesultanan dan Penghapusan oleh Belanda

Kesultanan Banten bertahan hingga 1813, ketika:

  • Gubernur Raffles (Inggris) secara resmi menghapus Kesultanan Banten,
  • Wilayahnya dimasukkan ke dalam sistem kolonial Hindia Belanda.

Penutupan Banten sebagai kesultanan adalah bagian dari strategi kolonial:

  • Mengakhiri pengaruh Islam-politik di barat Jawa,
  • Mentransformasi Banten menjadi wilayah administratif biasa.

Warisan dan Relevansi Sejarah

  1. Simbol Islam Maritim Nusantara
    Banten adalah contoh kejayaan Islam pesisir yang membangun kekuatan atas:

    • Ilmu pengetahuan,
    • Keadilan ekonomi,
    • Diplomasi internasional.
  2. Inspirasi Perjuangan Melawan Kolonialisme
    Nama Sultan Ageng Tirtayasa dikenang sebagai:

    • Pahlawan nasional,
    • Simbol penolakan dominasi asing,
    • Inspirator gerakan nasional di kemudian hari.
  3. Pusat Budaya dan Ziarah
    Hingga kini, Banten tetap menjadi:

    • Lokasi ziarah spiritual dan napak tilas sejarah Islam,
    • Tempat pelestarian budaya, naskah, dan arsitektur Islam klasik.

Kesultanan Banten adalah perwujudan ideal kekuasaan Islam yang mandiri, toleran, dan modern untuk zamannya. Ia menunjukkan bahwa Islam tidak hanya berkembang di pedalaman agraris, tetapi juga berjaya di jalur perdagangan dunia, dalam diplomasi, dalam ilmu, dan dalam semangat perlawanan terhadap penindasan kolonial.

About administrator