“Pusat Islamisasi, Diplomasi, dan Budaya di Pesisir Barat Jawa”
Cahaya Islam dari Tatar Sunda
Kesultanan Cirebon merupakan salah satu kerajaan Islam terpenting di Jawa Barat yang muncul pada akhir abad ke-15 Masehi. Berlokasi di jalur strategis pantai utara Jawa (Pantura), Cirebon menjadi pusat dakwah Islam, perdagangan antarbangsa, dan penyambung diplomasi antara Jawa dan Sumatra, serta Jawa dan Sunda Pedalaman.
Didirikan oleh Syarif Hidayatullah, yang dikenal sebagai Sunan Gunung Jati, Cirebon mewakili model Islamisasi yang bersandar pada:
- Dakwah kultural,
- Pendekatan spiritual sufistik,
- Diplomasi politik dan pernikahan lintas kerajaan.
Asal-Usul dan Pendirian Kesultanan
1. Latar Geografis dan Strategis
Cirebon terletak di jalur pesisir utara Jawa yang strategis—menghubungkan jalur perdagangan dari Banten, Sunda Kelapa, Demak, hingga Lasem dan Tuban. Daerah ini sejak awal dikenal sebagai:
- Pelabuhan utama bagi hasil bumi dari pedalaman Tatar Sunda,
- Titik masuk saudagar Muslim dari Gujarat, Arab, dan Tiongkok,
- Wilayah pertemuan budaya Sunda, Jawa, dan Melayu.
Nama “Cirebon” sendiri berasal dari kata “Ci” (air) dan “Rebon” (udang kecil), merujuk pada komoditas utama dan lokasi pemukiman pesisir.
2. Pendirian oleh Sunan Gunung Jati
Kesultanan Cirebon secara resmi berdiri tahun 1482, dipimpin oleh Syarif Hidayatullah—putra Nyai Rara Santang (putri Pajajaran) dan seorang bangsawan Muslim keturunan Arab dari Mesir.
Syarif Hidayatullah, yang kemudian dikenal sebagai Sunan Gunung Jati, menggabungkan:
- Warisan Sunda melalui darah ibunya,
- Tradisi Islam melalui jalur ayahnya,
- Pengaruh Wali Songo dalam dakwah dan jaringan politik Demak.
Pendirian Cirebon menandai:
- Lepasnya wilayah pesisir barat dari kekuasaan Kerajaan Sunda Pajajaran,
- Awal dari Islamisasi Tatar Sunda secara damai dan terstruktur.
Peran Sunan Gunung Jati: Ulama, Sultan, dan Diplomat
1. Tokoh Multidimensi
Sunan Gunung Jati tidak hanya dikenal sebagai penguasa politik, tetapi juga sebagai:
- Ulama sufi yang mendalami tarekat,
- Diplomat yang menjalin hubungan dengan Demak, Aceh, hingga Kesultanan Utsmani,
- Guru spiritual yang menyebarkan Islam dengan pendekatan budaya Sunda.
Beliau dikenal karena memadukan:
- Ilmu keagamaan dengan politik diplomatik,
- Pendekatan budaya lokal dalam dakwah, seperti bahasa Sunda dan simbol-simbol kerajaan,
- Keterlibatan aktif dalam Wali Songo, terutama dalam Islamisasi Jawa Barat.
2. Dakwah dan Islamisasi
Sunan Gunung Jati menggunakan strategi dakwah:
- Melalui pendidikan pesantren dan pengajaran kitab klasik,
- Melalui pengaruh spiritual di kalangan elite dan rakyat,
- Menggunakan media seni: wayang, sastra Sunda, dan arsitektur.
Sistem Pemerintahan dan Struktur Sosial
Kesultanan Cirebon dipimpin oleh seorang Sultan dan didampingi oleh:
- Para penghulu dan ulama dalam urusan hukum syariat,
- Wazir dan pejabat pelabuhan (syahbandar) untuk urusan perdagangan,
- Dewan adat yang menjaga harmoni dengan hukum lokal.
Cirebon mengembangkan sistem pemerintahan berbasis Islam:
- Pengadilan agama untuk masalah perdata dan keluarga,
- Peraturan perdagangan yang menekankan keadilan dan kejujuran,
- Lembaga pendidikan Islam dan dakwah tersebar di wilayah pesisir dan pedalaman.
Hubungan dengan Demak dan Pajajaran
1. Sekutu Demak, Penantang Pajajaran
Cirebon menjalin hubungan erat dengan Kesultanan Demak, yang merupakan pusat Islam awal di Jawa:
- Persekutuan ini diperkuat dengan jaringan wali dan keluarga kerajaan,
- Cirebon menjadi basis perluasan Islam di wilayah barat Jawa,
- Berkonflik secara ideologis dan politik dengan Pajajaran yang masih beragama Hindu-Sunda.
2. Diplomasi Damai
Namun pendekatan Cirebon terhadap Pajajaran lebih cenderung diplomatik dan religius, tidak konfrontatif:
- Beberapa wilayah Pajajaran masuk Islam melalui pendekatan ulama Cirebon,
- Cirebon menjadi pintu masuk Islam ke wilayah Ciamis, Sumedang, hingga Galuh.
Perdagangan dan Jaringan Maritim
Sebagai kota pelabuhan, Cirebon berkembang melalui:
- Ekspor hasil bumi pedalaman (padi, rempah, garam),
- Perdagangan dengan Tiongkok, Arab, dan India,
- Menjadi simpul penting dalam jaringan niaga antara Demak, Banten, Malaka, dan Aceh.
Pelabuhan Cirebon dikelola secara profesional:
- Syahbandar memungut cukai dan pajak dagang,
- Hukum dagang Islam diterapkan dalam aktivitas niaga.
Seni, Budaya, dan Arsitektur Islam-Sunda
1. Karya Sastra dan Budaya
Cirebon menghasilkan perpaduan budaya Islam dan Sunda:
- Naskah-naskah keagamaan berbahasa Sunda dan Arab-Pegon,
- Tembang dan syair sufistik,
- Wayang kulit dengan nilai moral Islam.
2. Arsitektur Masjid dan Kraton
Simbol kejayaan arsitektur Islam lokal:
- Masjid Agung Sang Cipta Rasa, dibangun dengan bantuan Wali Songo,
- Keraton Kasepuhan dan Kanoman, yang memadukan arsitektur Islam, Jawa, dan Tionghoa.
Dinamika Internal dan Kemunduran
1. Pembagian Kesultanan
Pada abad ke-17, terjadi pembagian wilayah:
- Kesultanan Cirebon terpecah menjadi Kasepuhan, Kanoman, dan Kacirebonan,
- Akibat konflik dinasti dan intervensi politik VOC.
Fragmentasi ini melemahkan posisi Cirebon sebagai kekuatan besar dan membuka jalan dominasi Belanda di Jawa Barat.
2. Intervensi VOC dan Erosi Kekuasaan
VOC mulai menguasai perdagangan dan pelabuhan Cirebon:
- Sultan menjadi lebih simbolik,
- Kekuatan ekonomi dan politik bergeser ke Batavia dan Banten.
Warisan Budaya dan Pengaruh Panjang
Kesultanan Cirebon meninggalkan warisan besar:
- Islamisasi Tatar Sunda
Cirebon menjadi pusat utama penyebaran Islam di Jawa Barat hingga pedalaman Priangan. - Pusat budaya Islam-Sunda
Bahasa Sunda dalam liturgi Islam, tembang Islam, dan seni wayang bercorak sufistik adalah peninggalan khas Cirebon. - Keraton sebagai simbol budaya dan spiritualitas
Hingga kini, Keraton Cirebon menjadi pusat pelestarian sejarah, budaya, dan ziarah.
Kesultanan Cirebon adalah jembatan antara dunia lama Hindu-Sunda dan dunia baru Islam Nusantara. Ia hadir bukan sebagai penakluk, tetapi sebagai penyatu dan penutur damai, menggabungkan warisan lokal dengan nilai-nilai Islam universal.
Dari Cirebon, dakwah menyebar, budaya berkembang, dan nilai-nilai toleransi tumbuh. Ia adalah pilar penting dalam fondasi peradaban Islam Indonesia yang lembut, berakar, dan tetap hidup hingga kini.