“Pelopor Islam di Tanah Jawa dan Warisan Wali Songo”
Fajar Islam dari Pesisir Utara
Di tengah dinamika keruntuhan Majapahit dan munculnya kekuatan baru di wilayah pesisir utara Jawa, lahirlah Kerajaan Demak, kerajaan Islam pertama yang berdiri secara resmi di Pulau Jawa. Berdiri sekitar tahun 1475, Demak menjadi tonggak penting dalam sejarah penyebaran Islam, politik kekuasaan, dan kebudayaan pesisir. Ia bukan hanya pewaris peradaban Majapahit yang lama, tetapi juga penggerak utama transformasi spiritual dan sosial di tanah Jawa.
Demak tidak dibangun hanya dengan senjata dan persekutuan, tetapi juga dengan dakwah para ulama, Wali Songo, dan kekuatan budaya lokal yang mengakomodasi Islam secara harmonis.
Asal-Usul dan Pendirian Kerajaan
1. Latar Belakang Sejarah: Runtuhnya Majapahit dan Bangkitnya Pesisir
Pada akhir abad ke-15, Kerajaan Majapahit mengalami kemunduran akibat:
- Perebutan kekuasaan internal (perang antara Bhre Kertabhumi dan Girindrawardhana),
- Menurunnya pengaruh Hindu-Buddha,
- Meningkatnya pengaruh Islam di pesisir utara Jawa (Pantura),
- Kebangkitan pusat-pusat ekonomi maritim.
Demak muncul dari reruntuhan ini sebagai kekuatan baru dengan dukungan saudagar Islam, santri, dan elite pesisir.
2. Raden Patah dan Berdirinya Demak
Pendiri Kerajaan Demak adalah Raden Patah, putra dari putri Majapahit dan seorang ulama keturunan Tiongkok-Arab. Ia dididik oleh para Wali Songo, khususnya Sunan Ampel, dan menjadi murid spiritual serta politik yang penting.
Dengan restu Wali Songo, Demak berdiri pada sekitar 1475 M, berpusat di Bintoro, Demak (Jawa Tengah), dan menjadi:
- Kesultanan Islam pertama di Jawa,
- Titik awal Islamisasi Jawa melalui jalur kekuasaan.
Peran Wali Songo dalam Pembentukan Demak
1. Wali Songo sebagai Arsitek Peradaban
Kesultanan Demak tidak lahir dari kekosongan politik semata, tetapi dari proyek Islamisasi yang dipimpin oleh sembilan wali legendaris, yaitu Wali Songo:
- Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, Sunan Drajat, Sunan Gunung Jati, dan Maulana Malik Ibrahim.
Mereka tidak hanya berdakwah, tapi juga membentuk struktur budaya, pendidikan, bahkan merancang dasar politik Islam pesisir.
2. Islamisasi melalui Budaya dan Seni
Para wali menggunakan pendekatan budaya lokal:
- Wayang kulit, gamelan, dan tembang,
- Simbol-simbol Islam dalam arsitektur masjid, seperti Masjid Agung Demak, yang menjadi model masjid tradisional Jawa.
Islam Demak hadir bukan sebagai pemutus tradisi, tapi transformator yang menghormati akar lokal.
Struktur Pemerintahan dan Administrasi
Demak menerapkan model kesultanan dengan:
- Sultan sebagai kepala negara dan pemimpin agama,
- Dewan Wali sebagai penasihat kerajaan,
- Pembagian wilayah kekuasaan ke dalam kadipaten-kadipaten (Jepara, Kudus, Pati, Lasem, Tuban, dll).
Pemerintahan dijalankan dengan prinsip:
- Syariat Islam, tetapi tetap mengakomodasi hukum adat (local wisdom),
- Koalisi antara ulama dan elite pedagang (merchant-scholars).
Masa Kejayaan: Sultan Trenggana dan Ekspansi Politik
1. Sultan Trenggana (1521–1546)
Pengganti Raden Patah, Sultan Trenggana, membawa Demak pada puncak kejayaan. Di bawahnya:
- Islamisasi dijalankan dengan lebih tegas,
- Hubungan diplomatik dengan kesultanan di Sumatra, Kalimantan, dan Maluku diperkuat,
- Penaklukan ke wilayah pedalaman dan timur Jawa dilaksanakan.
2. Ekspedisi ke Jawa Timur
Demak berhasil menaklukkan:
- Pajang dan Mataram awal,
- Sisa-sisa kekuasaan Hindu-Buddha seperti Blambangan,
- Mengislamkan daerah-daerah yang sebelumnya berada dalam orbit Majapahit.
Tujuan ekspansi adalah:
- Menyatukan Jawa di bawah kekuasaan Islam,
- Mengakhiri warisan kerajaan Hindu-Buddha secara simbolik dan politik.
Perdagangan, Ekonomi, dan Maritim
Demak berkembang di jalur perdagangan:
- Pelabuhan penting seperti Jepara, Tuban, Lasem menjadi pusat ekspor-impor,
- Komoditas utama: beras, rempah-rempah, tekstil, dan barang kerajinan,
- Hubungan dagang dengan Malaka, Gujarat, dan bahkan Kesultanan Aceh dan Turki.
Demak adalah kerajaan pesisir maritim, bukan agraris seperti Majapahit. Ekonominya bertumpu pada perdagangan dan laut, menjadikan kapal-kapal Demak penting dalam lalu lintas rempah.
Seni, Arsitektur, dan Agama
1. Masjid Agung Demak
Simbol terpenting arsitektur Islam Jawa:
- Dibangun oleh para wali dan Raden Patah,
- Menggunakan saka guru (4 tiang utama) dari kayu jati, simbol filosofi Jawa-Islam,
- Masjid ini menjadi pusat spiritual dan politik kesultanan.
2. Budaya Islam Pesisir
Demak menumbuhkan:
- Tradisi haul wali, syair Islam, kitab Jawi, dan tafsir lokal,
- Penggunaan bahasa Melayu dan Jawa sebagai medium dakwah,
- Islam yang akulturatif, bukan konfrontatif.
Kemunduran dan Akhir Kesultanan
Setelah wafatnya Sultan Trenggana:
- Persaingan internal muncul antara Arya Penangsang (Jipang) dan Hadiwijaya (Adipati Pajang),
- Terjadi perang saudara, yang menyebabkan pusat kekuasaan berpindah ke Kesultanan Pajang (1548).
Demak kehilangan status sebagai pusat kekuasaan, tetapi:
- Tetap dikenang sebagai kerajaan pelopor Islam di Jawa,
- Menjadi fondasi bagi munculnya kesultanan Islam selanjutnya seperti Pajang, Mataram Islam, Banten, dan Cirebon.
Warisan Budaya dan Politik
- Model Kesultanan Islam Jawa
Demak memperkenalkan model kerajaan Islam yang:- Menggabungkan dakwah, seni, dan kekuasaan,
- Menggunakan pendekatan akulturatif, bukan destruktif.
- Wali Songo dan Islam Kultural
Pengaruh Wali Songo dalam pemerintahan dan kebudayaan menjadikan Islam Jawa unik dan tahan terhadap tekanan eksternal. - Simbol Kedaulatan Muslim Jawa
Demak adalah simbol awal peradaban Islam berbasis kekuasaan di Jawa. Dari sinilah lahir semangat perjuangan dan diplomasi Islam yang lebih luas di Nusantara.
Kesultanan Demak menandai sebuah babak baru dalam sejarah Nusantara: Islam tidak lagi sekadar ajaran spiritual di kalangan pedagang dan ulama, tetapi telah menjadi kekuatan politik, ekonomi, dan budaya utama di Jawa.
Dari Demak, Islam menyebar ke seluruh Jawa dengan gaya yang khas: bersahaja, membumi, dan penuh makna simbolik. Warisannya tidak hanya ada dalam batu dan prasasti, tetapi dalam hati masyarakat yang tetap menjunjung tinggi nilai-nilai Wali Songo hingga hari ini.