“Pusaka Rempah dan Politik Global di Timur Nusantara”
Pulau Kecil, Pengaruh Besar
Kesultanan Ternate, yang berpusat di Pulau Ternate di Kepulauan Maluku Utara, adalah salah satu kerajaan Islam tertua dan paling berpengaruh di timur Nusantara. Dikenal sebagai penghasil cengkeh terbesar dunia, Kesultanan ini menjadi pusat ekonomi dan diplomasi regional sejak abad ke-13 hingga awal abad ke-20.
Melalui hubungan dagang dan jaringan politik yang luas, Ternate memainkan peran penting dalam:
- Menyebarkan Islam di kawasan timur Indonesia,
- Melawan kolonialisme Portugis dan Belanda,
- Menjalin diplomasi dengan kerajaan-kerajaan besar dari Jawa hingga Timur Tengah.
Asal-Usul dan Pendirian Kesultanan
1. Kerajaan Tua di Maluku
Wilayah Maluku Utara telah dihuni sejak ribuan tahun lalu oleh masyarakat Austronesia yang hidup dari laut dan kebun-kebun rempah. Dari sinilah berkembang empat kerajaan utama yang disebut sebagai Empat Kerajaan Maluku (Moloku Kie Raha):
- Ternate,
- Tidore,
- Bacan,
- Obi.
Dari keempatnya, Ternate dan Tidore tumbuh sebagai kerajaan terkuat karena letaknya yang strategis dan hasil alamnya berupa cengkeh, yang sangat bernilai di pasar dunia.
Kerajaan Ternate diperkirakan berdiri pada tahun 1257 M, dipimpin oleh raja pertama Baab Mashur Malamo. Meski awalnya bercorak animisme dan kemudian Hindu-Buddha, Ternate mengalami perubahan besar pada abad ke-15 seiring kedatangan Islam.
Proses Islamisasi
1. Dakwah Melalui Jalur Dagang
Islam masuk ke Ternate melalui:
- Pedagang Gujarat dan Arab, yang membawa agama dan jaringan niaga,
- Ulama dari Kesultanan Samudera Pasai dan Gresik, yang menetap dan berdakwah.
Raja Ternate Marhum, yang memerintah sekitar akhir abad ke-15, adalah penguasa pertama yang memeluk Islam. Gelarnya kemudian diubah menjadi “Sultan”, dan institusi Islam mulai menjadi struktur utama pemerintahan.
2. Lembaga Islam dan Hukum Syariah
Setelah menjadi kesultanan Islam:
- Ulama-ulama dari Jawa, Minangkabau, dan Kalimantan didatangkan,
- Hukum syariat diterapkan dalam pengadilan dan kehidupan sosial,
- Masjid dan madrasah dibangun sebagai pusat ilmu dan pendidikan.
Masa Kejayaan: Sultan Baabullah (1570–1583)
1. Mengusir Portugis dari Benteng
Pada 1512, Portugis tiba di Ternate dan segera membangun Benteng São João Baptista, serta mulai mencampuri urusan dalam negeri. Ketegangan memuncak ketika Sultan Khairun, ayah Sultan Baabullah, dibunuh secara licik oleh gubernur Portugis.
Sebagai balasan:
- Sultan Baabullah memimpin pemberontakan besar,
- Tahun 1575, ia berhasil mengusir Portugis dari Ternate,
- Ia menjadi simbol resistensi Islam terhadap kolonialisme Eropa.
2. Ekspansi Wilayah
Di bawah kepemimpinannya, wilayah kekuasaan Ternate mencakup:
- Maluku Utara dan Tengah,
- Papua bagian barat,
- Sulawesi utara dan timur,
- Kepulauan Sangihe, bahkan pesisir Kalimantan.
Ternate menjadi kekuatan maritim dan diplomatik terbesar di Indonesia Timur, menjalin hubungan dengan Ottoman, Aceh, hingga Filipina.
Hubungan Internasional dan Diplomasi Rempah
Ternate adalah pemain penting dalam:
- Perdagangan cengkeh yang melibatkan Spanyol, Belanda, Arab, India, dan Tiongkok,
- Diplomasi antar kesultanan untuk membendung pengaruh Eropa,
- Pengiriman utusan ke Kesultanan Utsmani dan Aceh untuk menjalin solidaritas Islam global.
Strata Pemerintahan dan Sosial
Pemerintahan Ternate terbagi atas:
- Sultan sebagai kepala negara dan agama,
- Jogugu (perdana menteri),
- Kapita Laut (panglima armada),
- Dewan adat dan ulama (Soa-Soa).
Rakyat terdiri dari:
- Keluarga bangsawan dan saudagar,
- Ulama dan pendakwah,
- Rakyat biasa (tani dan nelayan),
- Budak atau pekerja asing.
Benteng, Armada, dan Kota Pelabuhan
Ternate membangun:
- Benteng Kalamata, Tolukko, dan Kastela, sebagai simbol perlawanan dan pertahanan,
- Armada perahu kora-kora sebagai alat militer dan diplomasi,
- Pelabuhan internasional tempat perdagangan bebas dan diplomasi berlangsung.
Konflik Berkepanjangan dan Intervensi Belanda
1. Masuknya VOC
VOC mulai menancapkan kuku pada awal abad ke-17:
- Mengadu domba Ternate dan Tidore,
- Memaksa monopoli cengkeh,
- Menempatkan residen Belanda sebagai penasihat sultan.
2. Krisis Dinasti dan Pengaruh Kolonial
Ternate mengalami beberapa kali krisis suksesi, yang membuat Belanda semakin mendominasi:
- Penandatanganan kontrak dagang yang merugikan,
- Pemaksaan penghapusan tanaman cengkeh liar (hongitochten),
- Kekuatan sultan makin lemah, peran Belanda makin menguat.
Akhir Kekuasaan Politik dan Transisi Kolonial
Tahun 1914, pemerintah Hindia Belanda menghapus status kesultanan sebagai institusi berdaulat. Sultan hanya berperan sebagai simbol budaya dan spiritual.
Meski demikian, dinasti Ternate tetap eksis hingga kini sebagai kerajaan adat yang aktif menjaga warisan sejarah dan budaya.
Warisan dan Relevansi
- Pusat Peradaban Islam Timur Indonesia
Ternate adalah pengusung Islamisasi di wilayah timur, termasuk Papua dan Maluku Tengah.
- Perlawanan terhadap Kolonialisme
Sultan Baabullah dikenang sebagai pemimpin lokal pertama yang berhasil mengusir kolonial Eropa dari wilayah kekuasaannya.
- Simbol Perdagangan Global Nusantara
Dengan cengkeh sebagai komoditas global, Ternate menempati posisi strategis dalam jalur rempah dunia dan membentuk sistem geopolitik perdagangan lintas benua.
Kesultanan Ternate adalah kisah tentang bagaimana sebuah pulau kecil dapat memainkan peran global dalam percaturan politik, agama, dan ekonomi dunia. Dari Sultan Baabullah hingga perlawanan terhadap VOC, Ternate mewariskan semangat kemerdekaan, kosmopolitanisme Islam, dan kedaulatan maritim Nusantara.