“Penjaga Rempah, Penakluk Samudra, dan Pilar Budaya Islam Maluku”
Dua Kesultanan di Jantung Rempah Dunia
Ternate dan Tidore bukan hanya dua pulau kecil di Kepulauan Maluku, tetapi merupakan dua nama besar yang pernah mengguncang dunia. Sebagai penghasil cengkeh terbaik dan terbanyak pada masanya, Ternate dan Tidore menjadi pusat perhatian pedagang Arab, Persia, India, Tiongkok, Portugis, Spanyol, hingga Belanda. Kedua kesultanan ini juga memainkan peran penting dalam penyebaran Islam, diplomasi laut, dan pertahanan budaya Maluku hingga hari ini.
Berdiri sejak abad ke-13, Kesultanan Ternate dan Tidore tumbuh menjadi kerajaan maritim Islam yang tidak hanya menguasai perdagangan rempah, tetapi juga memiliki wilayah kekuasaan yang luas, termasuk sebagian wilayah Papua dan Sulawesi. Kedua kesultanan ini memiliki karakter unik: Ternate dikenal lebih militeristik dan agresif, sedangkan Tidore lebih diplomatis dan konsisten dalam menjaga jaringan aliansi.
Asal-Usul dan Pendirian Kesultanan
1. Ternate: Dari Momole ke Sultan
Ternate, yang awalnya dikenal sebagai Gamalama, telah dihuni oleh masyarakat yang dipimpin oleh para Momole (pemimpin adat). Sekitar abad ke-13, pemimpin lokal Baab Mashur Malamo menyatukan kekuatan-kekuatan adat dan dinobatkan sebagai raja pertama. Sekitar abad ke-15, setelah masuknya Islam, penguasa Ternate mulai menggunakan gelar Sultan. Sultan Zainal Abidin adalah sultan Islam pertama yang secara aktif menyebarkan Islam dan menjalin hubungan dengan Kesultanan Melaka.
2. Tidore: Jejak Damai dan Diplomasi
Tidore berkembang dalam waktu yang hampir bersamaan. Didirikan oleh Sahjati (Jou Kolano) yang kemudian dikenal sebagai Sultan Jamaluddin, Tidore juga mengalami Islamisasi melalui jaringan ulama dan saudagar dari Arab dan Gujarat. Sultan-sultan Tidore dikenal luas karena kedekatannya dengan ulama dan kebijakan moderat terhadap bangsa asing.
Jalur Rempah dan Perebutan Global
1. Kedudukan Strategis dalam Perdagangan Internasional
Maluku berada di jantung perdagangan rempah dunia. Cengkeh dan pala dari Maluku menjadi barang paling dicari di dunia abad pertengahan, terutama di Eropa. Hal ini menjadikan Ternate dan Tidore pusat kekayaan dan rebutan kekuatan asing.
2. Persaingan dan Aliansi dengan Penjajah
- Ternate awalnya bersekutu dengan Portugis (1512) namun kemudian memberontak karena pemaksaan misi Kristen dan monopoli perdagangan.
- Tidore lebih condong kepada Spanyol yang datang melalui Filipina. Kedua kesultanan menjadi bagian dari perang proksi antara Portugis dan Spanyol dalam Perjanjian Saragosa (1529).
Kedua kerajaan ini dengan lihai memainkan taktik diplomasi, perang, dan aliansi demi mempertahankan kedaulatan dan kontrol atas rempah.
Islamisasi dan Peran Dakwah di Timur Nusantara
Kesultanan Ternate dan Tidore merupakan pusat penyebaran Islam di timur Indonesia, termasuk ke:
- Papua Barat (Raja Ampat, Fakfak)
- Halmahera, Seram, dan pulau-pulau sekitarnya
- Sulawesi bagian utara dan tengah
Ulama dari kedua kesultanan membawa syiar Islam melalui pendekatan budaya lokal, menjalin hubungan pernikahan, dan sistem patronase kerajaan. Kedua sultan secara aktif menjadi pelindung ulama dan guru agama, memperkuat posisi Islam dalam struktur kekuasaan dan hukum adat.
Dinamika Politik Internal dan Eksternal
1. Perang Saudara dan Intrik Keraton
Baik Ternate maupun Tidore mengalami konflik internal, termasuk:
- Perebutan takhta antara saudara seayah
- Campur tangan bangsa asing dalam penunjukan sultan
- Kudeta berdarah dan perang antar-faksi bangsawan
Namun, keduanya selalu mampu bangkit kembali dan mempertahankan simbol-simbol kerajaan yang kuat.
2. Masa Perlawanan terhadap Belanda
Ternate memberontak terhadap VOC pada abad ke-17. Tokoh seperti Sultan Mandar Syah dan Sultan Hamzah dikenal sebagai pemimpin tegas yang mencoba membebaskan Ternate dari dominasi Belanda.
Tidore juga menunjukkan resistensi, terutama di bawah Sultan Nuku Muhammad Amiruddin, yang memimpin perang besar melawan VOC dan Inggris dan dikenal sebagai Pahlawan Nasional.
Sultan Nuku: Pahlawan Nasional dari Tidore
Salah satu tokoh paling monumental dari kedua kesultanan adalah Sultan Nuku (1738–1805). Ia berhasil menyatukan kembali koalisi anti-VOC yang mencakup Tidore, Jailolo, Seram, bahkan Papua. Dengan bantuan Inggris, ia berhasil mengusir VOC dari Tidore dan mendirikan pemerintahan yang independen untuk beberapa waktu. Sultan Nuku menjadi lambang perjuangan antikolonial dan pahlawan sejati dari Maluku.
Kemunduran dan Masa Kolonialisme Penuh
Setelah abad ke-19, kekuatan militer dan ekonomi Ternate dan Tidore merosot drastis akibat:
- Monopoli dagang VOC
- Hilangnya pelabuhan bebas
- Penghapusan hak-hak politik oleh pemerintah Hindia Belanda
Kesultanan berubah fungsi menjadi simbol upacara dan budaya. Namun, banyak sultan tetap memainkan peran sosial di tengah masyarakat, termasuk menjadi pemimpin moral dan pelindung adat.
Kesultanan di Era Modern dan Reformasi
1. Peran dalam Masa Kemerdekaan
Pada masa revolusi kemerdekaan, Sultan Ternate dan Tidore menyatakan dukungan terhadap Republik Indonesia. Namun, struktur pemerintahan formal kesultanan tidak diakui secara administratif oleh negara.
2. Revitalisasi Budaya dan Adat
Sejak era reformasi (pasca-1998), kesultanan kembali menunjukkan eksistensi sebagai lembaga adat:
- Mengadakan festival Kesultanan (Legu Gam, Jikomalamo),
- Revitalisasi upacara pelantikan sultan, pernikahan kerajaan, dan pelestarian manuskrip Islam tua,
- Membina hubungan budaya dan diplomasi dengan kesultanan lain di Nusantara dan Asia Tenggara.
Struktur Kekuasaan dan Budaya Keraton
- Gelar sultan masih dipegang oleh keturunan sah secara turun-temurun,
- Bangunan istana dan masjid kerajaan dipelihara sebagai situs budaya,
- Sistem Bobato (dewan adat), Jou Kolano, dan Kapita Laut masih berfungsi dalam struktur adat.
Ternate memiliki Keraton Sultan Ternate, sedangkan Tidore memiliki Istana Soa Sio yang menjadi pusat kegiatan budaya dan kunjungan tamu kehormatan.
Tantangan dan Masa Depan Kesultanan
Kesultanan Ternate dan Tidore menghadapi berbagai tantangan:
- Minimnya dokumentasi sejarah yang terjaga
- Ancaman perusakan lingkungan dan eksploitasi tambang
- Terpinggirkan dari proses pembangunan modern
Namun, peluang besar juga muncul:
- Penguatan pariwisata sejarah dan budaya
- Peran strategis dalam diplomasi kebudayaan dengan IKN (Kalimantan Timur)
- Peningkatan peran sultan sebagai juru damai dan pelindung nilai-nilai lokal
Dua Saudara Penjaga Timur
Kesultanan Ternate dan Tidore adalah dua sisa kejayaan Islam dan kekuasaan lokal yang tetap bertahan hingga hari ini. Mereka tidak lagi memegang otoritas politik resmi, tetapi tetap menjadi pilar identitas, jati diri, dan kehormatan masyarakat Maluku.
Sebagai penjaga jalur rempah, keduanya pernah berperan dalam sejarah dunia. Hari ini, mereka adalah penjaga moral dan warisan luhur Nusantara bagian timur. Perjalanan mereka mencerminkan keuletan, diplomasi, dan daya tahan luar biasa—yang layak diangkat dalam setiap narasi besar tentang Indonesia.