“Sahabat Maluku, Saingan Ternate, Pilar Peradaban Rempah Dunia”
Kerajaan Rempah yang Tak Pernah Kalah Jiwa
Kesultanan Tidore adalah salah satu kerajaan besar di Kepulauan Maluku yang menjadi pesaing utama Kesultanan Ternate dalam perebutan pengaruh, kekuasaan, dan jaringan perdagangan rempah. Berpusat di Pulau Tidore, kerajaan ini dikenal dengan sikap diplomatisnya, keterampilan berpolitik, dan perlawanan jangka panjang terhadap penjajahan.
Meskipun tidak selalu sekuat Ternate dalam hal militer, Tidore lebih berhasil dalam memainkan peran geopolitik internasional, terutama melalui hubungan dengan Spanyol dan paparan langsung terhadap dunia Islam luar. Kesultanan ini juga menjadi pintu gerbang Islamisasi wilayah Papua dan Maluku Tenggara.
Asal-Usul dan Awal Kerajaan
1. Kerajaan Lokal dan Jalur Perdagangan Rempah
Pada awalnya, Tidore merupakan kerajaan lokal kecil yang tumbuh melalui sistem persekutuan adat (kolano) yang kemudian berkembang menjadi struktur kerajaan. Letak strategis di jalur rempah—terutama cengkeh—mendorong kerajaan ini tumbuh menjadi pesaing serius Ternate sejak abad ke-14.
2. Raja-Raja Awal dan Konsolidasi
Beberapa penguasa awal Tidore di antaranya:
- Sahjati (raja pertama menurut tradisi),
- Kolano Syahadati, yang memulai kontak dengan kerajaan luar,
- Dinasti yang terus memperkuat struktur Islam dan memperluas pengaruh hingga Papua.
Proses Islamisasi Tidore
Islam masuk ke Tidore sekitar akhir abad ke-15 hingga awal abad ke-16:
- Melalui jalur perdagangan dari Arab, Gujarat, dan pedagang Melayu,
- Diperkuat oleh dakwah ulama dari Jawa dan Minangkabau.
Kolano Tidore yang pertama masuk Islam adalah Sultan Jamaluddin, yang menjalin hubungan erat dengan para pedagang Muslim dari luar. Sejak saat itu, gelar “Kolano” digantikan dengan “Sultan”, dan institusi keagamaan Islam mulai menjadi bagian dari struktur politik kerajaan.
Diplomasi Cerdas: Hubungan dengan Spanyol
1. Saingan VOC dan Sekutu Spanyol
Tidore memilih bersekutu dengan Spanyol sebagai strategi menandingi kekuatan VOC yang bersekutu dengan Ternate:
- Spanyol membantu membangun benteng dan pasukan Tidore,
- Sebagai imbalannya, Tidore menjalin hubungan dagang dan politik eksklusif.
Aliansi ini memperkuat posisi Tidore di arena global, dan menciptakan keseimbangan kekuatan baru di Maluku.
2. Perang Aliansi Maluku
Tidore tidak jarang terlibat perang terbuka:
- Perang Ternate-Tidore, silih berganti sepanjang abad ke-16 dan 17,
- Namun Tidore lebih banyak mengandalkan diplomasi dan jaringan luar negeri dibanding konfrontasi langsung.
Masa Kejayaan: Sultan Nuku (1738–1805)
1. Pahlawan Nasional dari Timur
Sultan Nuku Muhammad Amiruddin adalah tokoh terbesar dalam sejarah Tidore. Ia:
- Memimpin perlawanan bersenjata terhadap VOC dan sekutunya Ternate,
- Membangun aliansi dengan Inggris dan sisa-sisa kekuatan lokal,
- Mengusir Belanda dari sebagian wilayah Maluku dan Papua.
Ia dikenal sebagai:
- Pahlawan Nasional Indonesia (ditetapkan 1995),
- Simbol resistensi, diplomasi, dan kepemimpinan Islam yang cerdas.
2. Politik Pan-Maluku dan Pan-Papua
Di bawah Sultan Nuku, Kesultanan Tidore menjangkau:
- Papua Barat (Raja Ampat, Fakfak, Kaimana, Teluk Cenderawasih),
- Maluku Tengah bagian selatan,
- Pulau-pulau pesisir Sulawesi Tenggara.
Wilayah ini menjadi bagian dari “Korano Ngaruha” (negeri di bawah perlindungan Tidore).
Struktur Pemerintahan dan Masyarakat
Kesultanan Tidore memiliki sistem pemerintahan kompleks:
- Sultan sebagai kepala negara dan agama,
- Jogugu sebagai penasihat utama,
- Soa-soa (kelompok adat), yang membentuk Dewan Kerajaan,
- Struktur keagamaan kuat melalui imam, khatib, dan qadhi.
Struktur sosial terdiri dari:
- Bangsawan kerajaan (Gimalaha),
- Pedagang dan saudagar,
- Petani dan nelayan,
- Warga Papua yang diasimilasi sebagai bagian dari wilayah kerajaan.
Perdagangan, Armada, dan Kota Pelabuhan
Tidore aktif dalam perdagangan internasional:
- Menjadi pelabuhan alternatif setelah Makassar dan Ambon,
- Menerima kapal dari Spanyol, Inggris, Melayu, bahkan Cina,
- Armada kapal tradisional seperti kora-kora dan perahu layar digunakan untuk ekspedisi, perdagangan, dan perang.
Budaya, Sastra, dan Warisan Islam
- Bahasa Tidore dan Melayu-Tidore menjadi lingua franca regional.
- Terdapat naskah-naskah lontara dan surat diplomatik dalam Arab-Melayu.
- Pengaruh kuat dalam penyebaran Islam di Papua Barat:
- Melalui misi dakwah, pernikahan lintas etnik, dan struktur kepemimpinan lokal.
Intervensi Kolonial dan Akhir Kekuasaan
1. Makin Kuatnya VOC dan Hindia Belanda
Setelah wafatnya Sultan Nuku, Belanda memperkuat kontrol:
- Melucuti wewenang politik sultan,
- Menguasai perdagangan dan sistem pajak,
- Menempatkan residen Belanda di wilayah sultan.
2. Formalitas dan Penghapusan Politik
Pada awal abad ke-20, Hindia Belanda menghapus status Tidore sebagai kekuatan politik, mengubahnya menjadi lembaga adat-seremonial.
Meski kekuatan administratif hilang, Sultan tetap diakui sebagai tokoh spiritual dan budaya hingga masa kini.
Jejak Perlawanan dan Kebudayaan Abadi
Kesultanan Tidore tidak hanya dikenal sebagai saingan Ternate, tetapi juga sebagai penjaga peradaban Islam timur Nusantara, simbol diplomasi maritim, dan garda depan Papua dalam sejarah nasional.
Warisan Sultan Nuku, kekuatan bahasa dan tradisi, serta Islamisasi Papua menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas Indonesia Timur hari ini.