Perkembangan Ilmu Pengetahuan Zaman Kerajaan di Nusantara

Jejak Intelektual dalam Bayang-Bayang Takhta


Ilmu dan Kekuasaan dalam Sejarah Nusantara

Dalam sejarah panjang Nusantara, kerajaan-kerajaan tidak hanya menjadi pusat kekuasaan politik dan ekonomi, tetapi juga menjadi poros perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Dari masa Sriwijaya, Majapahit, hingga kerajaan Islam seperti Demak dan Mataram, kita menyaksikan jejak-jejak kejayaan ilmu pengetahuan yang terpatri dalam manuskrip, arsitektur, teknologi, dan sistem sosial. Dalam konteks ini, istana atau keraton tidak hanya tempat bersemayamnya raja, tetapi juga pusat pendidikan, penelitian, dan pengembangan budaya.

Berbeda dengan model institusi pendidikan Barat modern yang berkembang di perguruan tinggi, ilmu pengetahuan pada zaman kerajaan tumbuh dalam lingkungan spiritual, ritualistik, dan kolektif. Ilmu tidak hanya dipandang sebagai alat untuk menaklukkan alam, tetapi sebagai sarana untuk menyelaraskan diri dengan kosmos, masyarakat, dan nilai-nilai spiritual.

Perkembangan ilmu ini terbagi dalam berbagai bidang: astronomi, kedokteran, hukum, sastra, arsitektur, dan teknologi militer. Pengaruh luar seperti India, Persia, Arab, Tiongkok, dan bahkan Eropa turut memperkaya khazanah keilmuan yang tumbuh dari rahim kerajaan Nusantara. Ilmu tidak berdiri sendiri, melainkan terjalin erat dengan kekuasaan, agama, dan kebudayaan lokal.


Ilmu Astronomi dan Kosmologi Kerajaan

Ilmu astronomi berkembang sangat pesat di kerajaan-kerajaan Nusantara, karena erat kaitannya dengan kegiatan pertanian, navigasi, dan keagamaan. Di Jawa, sistem Pranata Mangsa digunakan oleh masyarakat agraris untuk menentukan waktu tanam dan panen, serta memprediksi cuaca. Sistem ini menunjukkan kepekaan tinggi terhadap siklus langit, pergerakan matahari, bulan, dan bintang-bintang.

Dalam kerajaan Islam seperti Demak, Banten, dan Mataram, muncul ilmu falak yang menjadi dasar penetapan awal Ramadan, waktu shalat, dan arah kiblat. Tokoh-tokoh seperti Syekh Subakir dalam tradisi Jawa dipercaya memiliki keahlian dalam membaca langit dan waktu spiritual.

Di dunia maritim seperti Sriwijaya, Bugis, dan Makassar, ilmu navigasi dan kosmologi berkembang untuk keperluan pelayaran jarak jauh. Para pelaut menggunakan bintang sebagai penunjuk arah, memadukannya dengan pengetahuan arus laut, angin muson, dan peta batin budaya laut. Ilmu ini bersifat praktis sekaligus spiritual, karena setiap perjalanan laut dianggap menyatu dengan kehendak alam dan restu leluhur.


Ilmu Kedokteran Tradisional dan Pengobatan

Ilmu kedokteran pada masa kerajaan berkembang sebagai sintesis antara herbalisme lokal, spiritualisme, dan pengaruh asing. Dalam lingkungan keraton Majapahit, terdapat para empu tabib yang menguasai teknik penyembuhan melalui ramuan jamu, akupresur, dan pembacaan energi tubuh. Ilmu ini tertulis dalam naskah-naskah kuno seperti Serat Centhini dan Lontar Usada dari Bali.

Dalam pengaruh Hindu-Buddha, penyembuhan tidak hanya fisik tetapi juga menyangkut karma dan keseimbangan batin. Dengan masuknya Islam, pengetahuan medis mulai dipengaruhi oleh tradisi Thibbun Nabawi dan teks-teks dari Persia serta Andalusia. Para ulama membawa kitab kedokteran seperti Al-Qanun fi al-Tibb karya Ibnu Sina, yang kemudian diterjemahkan dan dikombinasikan dengan tanaman obat lokal.

Kehadiran tabib istana, dukun keraton, dan pengobatan berbasis ritual menunjukkan bahwa ilmu kesehatan dalam konteks kerajaan tidak sekadar pengobatan, tetapi bagian dari sistem kepercayaan dan kekuasaan.


Filsafat, Etika, dan Sastra sebagai Ilmu Humaniora

Sastra pada masa kerajaan menjadi medium utama penyebaran ilmu etika, filsafat, dan nilai-nilai sosial. Dalam tradisi Hindu-Buddha, lahir karya-karya besar seperti Kakawin Arjuna Wiwaha, Kakawin Sutasoma, dan Negarakertagama, yang menyampaikan konsep dharma, karma, dan moksha melalui cerita epos dan alegori.

Di lingkungan Islam, berkembang suluk-suluk sufi, serat etika, dan kitab hikmah yang mengajarkan harmoni batin dan sosial. Karya seperti Serat Wedhatama dan Suluk Malang Sumirang menjadi bacaan penting bagi bangsawan dan cendekiawan istana. Tokoh seperti Ronggowarsito dan Yasadipura I & II merupakan intelektual keraton yang melahirkan pemikiran-pemikiran moral, prediksi sejarah, dan nilai perenungan hidup.

Filsafat lokal bercampur dengan unsur metafisika India dan Islam, membentuk karakter khas keilmuan Jawa, Bali, dan Sumatra yang memadukan logika, mistisisme, dan nilai kosmis.


Ilmu Kenegaraan dan Hukum

Dalam bidang politik dan hukum, kerajaan-kerajaan Nusantara mengembangkan sistem perundang-undangan dan struktur pemerintahan yang kompleks. Di Majapahit, struktur kekuasaan dan sistem pajak diatur dalam kitab seperti Kutaramanawa Dharmasastra dan dokumen seperti Pararaton.

Sriwijaya, sebagai kerajaan Buddhis, mengembangkan konsep pemerintahan berdasarkan cakravartin (raja semesta) yang berlandaskan dharma. Sedangkan dalam kerajaan Islam, hukum syariat dan hukum adat berjalan berdampingan, sebagaimana terlihat dalam Undang-Undang Tanjung Tanah dari Dharmasraya dan Lontara Ade’ dari Bugis.

Ilmu hukum berkembang melalui kombinasi:

  • Pengaruh teks India (Arthasastra, Manusmriti)
  • Hukum Islam (fiqh)
  • Hukum adat lokal

Hasilnya adalah sistem hukum yang fleksibel namun memiliki legitimasi moral dan spiritual, serta memperkuat stabilitas kerajaan.


Teknologi dan Teknik: Arsitektur, Militer, dan Pertanian

Teknologi zaman kerajaan tampak jelas dalam pencapaian arsitektural dan teknik sipil. Pembangunan Candi Borobudur, Prambanan, dan Sewu menunjukkan pemahaman mendalam tentang geometri, keteknikan, dan struktur tanah. Candi dibangun dengan sistem modular, interlock batu andesit, dan posisi yang memperhitungkan orientasi matahari dan bintang.

Sistem irigasi seperti Subak di Bali dan sistem tambak di pesisir Jawa dan Sumatra memperlihatkan pengetahuan hidro-teknik yang maju. Dalam bidang militer, muncul senjata seperti keris, tombak trisula, dan tombak mata tiga, serta kapal jong Majapahit yang disebut mampu mengangkut 500–700 prajurit dan menjadi kekuatan laut regional.

Bidang pelayaran juga berkembang. Ilmu pembuatan kapal, navigasi, pemetaan laut, dan strategi maritim menjadi unggulan kerajaan maritim seperti Sriwijaya, Majapahit, Gowa, dan Ternate.


Pendidikan dan Lembaga Ilmu

Ilmu pengetahuan ditransmisikan melalui sistem pendidikan tradisional yang unik:

  1. Padepokan dan pasraman pada masa Hindu-Buddha, tempat para brahmana mengajar kitab suci, filsafat, bahasa Sanskerta, dan logika.
  2. Pesantren dan madrasah pada masa kerajaan Islam, tempat santri belajar al-Qur’an, fiqh, astronomi, matematika, dan seni.
  3. Keraton dan sekolah bangsawan menjadi tempat penggemblengan calon pemimpin. Di sinilah para pujangga, empu, dan ahli spiritual mengajarkan berbagai ilmu secara langsung.
  4. Di Sriwijaya, terdapat pusat belajar Buddhis yang disebut Nalanda dari Timur, yang menarik pelajar dari Tiongkok dan India, termasuk I-Tsing.

Kontinuitas dan Transformasi

Ilmu pengetahuan zaman kerajaan tidak berhenti setelah keruntuhan kerajaan. Banyak ilmu ini:

  • Ditransformasi oleh ulama pesantren
  • Menjadi bagian dari budaya lokal dan ritual adat
  • Menjadi dasar pendidikan kolonial di awal abad ke-20

Hari ini, kita melihat warisan kerajaan dalam bentuk:

  • Kalender tradisional (Primbon, Pranata Mangsa)
  • Jamu dan pengobatan herbal
  • Tata bahasa dan sastra klasik dalam kurikulum sekolah
  • Studi arkeologi dan sejarah lokal yang menggali ulang manuskrip kuno

Revitalisasi ilmu warisan kerajaan menjadi penting di tengah krisis identitas dan globalisasi. Ilmu yang lahir dari kerajaan Nusantara mengajarkan keseimbangan antara manusia, alam, dan spiritualitas—sebuah pelajaran penting bagi masa depan yang berkelanjutan.


Ilmu sebagai Pilar Peradaban Nusantara

Zaman kerajaan bukan hanya era kejayaan politik dan militer, tetapi juga masa puncak peradaban intelektual di Nusantara. Dari teknik membangun candi, perhitungan bintang, seni perang laut, sampai etika sosial dan filsafat batin—semua tumbuh dari sinergi antara kekuasaan, agama, dan kebudayaan lokal.

Warisan ilmu zaman kerajaan adalah bukti bahwa Nusantara memiliki tradisi berpikir dan berkarya yang luhur dan kompleks, jauh sebelum datangnya sistem akademik modern. Kini, tugas kita adalah menggali, menjaga, dan mewariskan pengetahuan itu agar menjadi pijakan kokoh dalam membangun peradaban Indonesia masa depan.

About administrator