Perang Kesultanan Ternate-Tidore Melawan Portugis (1500–1600)

Perang Kesultanan Ternate-Tidore vs Portugis (1500–1600), mencakup aspek militer, diplomasi, keterlibatan Spanyol dan Belanda, serta peran penting Sultan Hairun dan Sultan Baabullah mengusir Portugis dari Maluku.

Latar Belakang Kedatangan Portugis

Sekitar tahun 1511–1512 orang Portugis memperluas kekuasaan pascamenaklukkan Malaka (1511) menuju Maluku yang kaya rempah. Di Maluku sudah ada dua kesultanan Islam besar – Ternate dan Tidore – yang sedang berseteru. Sultan Ternate (Bayan Sirrullah) menyambut kehadiran Portugis untuk mengimbangi Tidore. Faktanya, armada Portugis tiba di Maluku awal November 1512, hanya selang beberapa hari sebelum armada Spanyol juga mendarat (8 November 1512). Menyadari kedatangan Spanyol, Portugis segera memilih bersekutu dengan Ternate, sedangkan Spanyol kemudian berpihak ke Tidore. Sultan Bayanullah menjanjikan monopoli cengkih dan lahan bagi Portugis sebagai balasannya. Dengan demikian Portugis mendirikan benteng dan pos di Ternate (sejak 1522), sementara Tidore menerima dukungan Spanyol sebagai penyeimbang.

Aliansi dan Strategi Militer Portugis vs Kesultanan Maluku

Aliansi antara Portugis dan Ternate awalnya bermanfaat: Portugis membantu Ternate melawan Jawa (Kala itu Ratu Kalinyamat Jepara) dan menaklukkan Tidore dan Jailolo. Portugis membangun benteng di Ternate (São João Baptista, disebut Benteng Kastela/Gamlamo) dan mengirim pasukan kawal dagang rempah. Namun, kelakuan pasukan Portugis yang semena-mena dan upaya monopoli dagang memicu ketegangan dengan Sultan Khairun (Hairun). Di sisi Maluku, Ternate terus memperkuat kekuasaan dengan armada perahu kora-kora besar, sedangkan Tidore menguasai Halmahera selatan dan Maluku lainnya dengan dukungan Spanyol. Kedua pihak sama-sama menggunakan taktik pengepungan benteng lawan. Ternate dibantu sekutu regional (misal kerajaan Tanah Hitu di Ambon dan Kesultanan Buton) melawan Portugis, sementara Portugis juga meminta bantuan pasukan dari pesisir Gowa (Sulawesi) dan pihak Portugis di Malaka. Persaingan ini juga dibumbui sentimen agama: Portugis mewakili Katolik dan Sultan Ternate serta Tidore mendukung Islam, meski kemudian aliansi saling silang (Ternate–Spanyol pada masa Nuku di akhir abad ke-18, di luar cakupan sini).

Keterlibatan Tidore dan Relasi dengan Spanyol

Tidore sejak 1521 secara resmi menerima Spanyol sebagai sekutu untuk menghadapi Ternate–Portugis. Patung aliansi ini menghidupkan konflik Iberia di Maluku: Spanyol memanfaatkan Tidore untuk merebut kendali rempah, sementara Portugis menancapkan pengaruh di Ternate. Kedua Eropa tersebut membangun benteng-benteng di kepulauan Maluku: Portugis di Ternate (Kastela, Bastiong) dan Ambon, Spanyol membangun markas di Tidore (Benteng Tahula, Fort San Pedro) serta sesekali menyergap Ternate. Secara diplomatik, Portugis menggunakan iming-iming monopoli rempah serta intervensi politik (manipulasi suksesi Sultan) untuk memperkuat cengkeramannya. Tidore sebaliknya menjaga kemerdekaan internalnya dengan tetap menggunakan Spanyol sebagai penyeimbang kekuatan Ternate–Portugis. Ketika konflik memuncak, kesultanan-kesultanan Islam besar di Maluku lainnya (Bacan, Jailolo, Hitu) seringkali berpihak pada Ternate–Portugis atau Tidore–Spanyol berdasarkan kondisi politik sesaat.

Tokoh Penting

Sultan Khairun (dikenal juga Sultan Hairun Jamil, bertahta 1534–1570) awalnya meneruskan hubungan dengannya Portugis, tetapi ketegangan meningkat karena Portugis mendukung lawan internal dan menolak penyerahan Ambon dan Sahu kepada Ternate. Galeria Antonio Galvão, gubernur Portugis di Ternate (1536–1539), memperkuat benteng Kastela dan berkuasa relatif tenang, namun generasi berikutnya, termasuk kapten-kapten Portugis seperti Pimentel, semakin bertentangan dengan Sultan Hairun. Sultan Hairun sendiri mencoba menuntut kepentingan Ternate (menentang misi Yesuit di Ambon) namun justru difitnah oleh Portugis. Ketika ia dibunuh pada 27 Februari 1570 atas perintah Gubernur Diego López de Mesquita (dilaksanakan oleh Antonio Pimental), rakyat dan bangsawan Maluku tergerak marah. Anakandanya, Sultan Baabullah (Muhammad Baabullah, bertahta 1570–1583), menjadi tokoh kunci. Ia dikenal sebagai panglima ulung yang memimpin jihad melawan Portugis, dan berhasil membentuk koalisi Maluku dan sekitarnya (termasuk Sula, Ambon, Seram) untuk melawan kolonial.

Penaklukan, Aliansi dan Pengkhianatan

Sepeninggal Sultan Bayanullah (Ternate) tahun 1521 timbul konflik suksesi istana yang dimanfaatkan Portugis. Portugis awalnya mendukung Pangeran Taruwese menguasai takhta Ternate, kemudian membunuhnya agar Pangeran Abu Hayat naik takhta (Sultan Abu Hayat II, 1529–1533). Sultan Abu Hayat II kemudian membenci campur tangan Portugis, dan ia pun dimusuhi serta diasingkan ke Malaka pada 1531. Portugis kemudian menaikkan Tabariji (peranakan Portugis) pada 1533, tapi mendapati ia berkhianat (beralih agama Katolik) sehingga diturunkan dan meninggal di Goa, India (1534). Ujungnya, Sultan Khairun (adik Tabariji) naik tahta. Namun Khairun pun akhirnya dibunuh licik 1570 oleh Portugis. Pembunuhan inilah pemicu pengkhianatan total: rakyat Ternate bersumpah membalasnya. Baabullah kemudian memerintahkan pengepungan benteng-benteng Portugis. Benteng-benteng kecil di pesisir Ternate (Toloko, Santa Lucia, Santo Pedro) jatuh dalam hitungan cepat, meninggalkan hanya Kastela (São João Baptista) sebagai benteng terakhir Portugis di pulau itu.

Gambar Benteng Gamlamo (Benteng Kastela) di Ternate – benteng Portugis pertama di Maluku yang kini hanya tinggal reruntuhan. Benteng ini menjadi titik sentral pengepungan Baabullah 1570–1575.

Perlawanan Sultan Baabullah (1570–1575)

Sultan Baabullah melancarkan pengepungan ketat selama lima tahun terhadap Kastela. Pasukan Ternate menutup jalur suplai makanan dan memutus komunikasi benteng dengan luar. Portugis yang terkepung akhirnya bertahan dengan amat sulit (sekitar 400 jiwa tersisa) hingga Agustus 1575. Baabullah memperlakukan tawanan Portugis dengan cukup manusiawi – memberinya tenggat 24 jam untuk meninggalkan Ternate menuju Ambon dengan kapal yang disediakan, sementara penduduk Ternate yang tinggal di benteng boleh tetap asalkan mengakui kekuasaan Kesultanan. Pada tahun 1575 benteng Kastela jatuh sepenuhnya ke tangan Baabullah. Sepanjang pengepungan, Baabullah juga menyerang basis misi Katolik di Halmahera dan mengembalikan penguasa Bacan yang sempat dibaptis ke Islam. Di bawah kepemimpinannya, Ternate mencapai puncak kekuasaan: ia memerintah “Dua Tanah” (Maluku Utara dan Selatan), menguasai rute rempah rempah, dan mengusir kekuatan asing dari Maluku.

Peran Spanyol dan Belanda – Rivalitas Eropa dan Dampak Lokal

Konflik Maluku ini kian kompleks dengan keterlibatan Spanyol dan Belanda. Spanyol berkali-kali melakukan ekspedisi dari Filipina ke Maluku (1530-an dan lagi 1606) untuk mendukung Tidore dan melawan Portugis dan sekutu Ternate. Misalnya, pada 1606 pasukan Spanyol merebut kembali Kastela dari tangan Baabullah dan menguasai Ternate selama beberapa dekade. Sebaliknya, Belanda (VOC) mulai masuk akhir abad ke-16. Pada Maret 1599 dua kapal Belanda mendarat di Ternate dengan niat merusak monopoli Portugis. Hingga 1605 VOC, bersekutu dengan Sultan Ternate, berhasil menyingkirkan Portugis dari pulau ini (walaupun kemudian Spanyol sempat kembali tahun 1606). Keterlibatan Belanda dan Spanyol menggeser keseimbangan kekuasaan lokal: Kesultanan Ternate mendapat senjata baru melawan Spanyol (yang selanjutnya ia tindih dengan VOC), sedangkan Tidore tetap bersekutu dengan Spanyol. Rivalitas ini berkonsekuensi pada munculnya struktur kolonial bertingkat – poros Ternate–Belanda melawan Tidore–Spanyol – hingga awal abad ke-17.

Dampak Perang terhadap Perdagangan Rempah dan Hegemoni Regional

Perang berkepanjangan di Maluku mengubah tatanan ekonomi rempah. Ketika Portugis tersingkir, monopoli perdagangan cengkih dan pala yang semula di tangan Portugis terpecah. Sultan Baabullah dan sekutunya mengambil alih pengiriman rempah, menjadikan Kesultanan Ternate berkuasa atas jalur rempah Maluku. Namun demikian, kekosongan kekuasaan kolonial ini segera dimanfaatkan Belanda yang mendirikan VOC pada 1602. VOC kelak menggunakan benteng-benteng dan aliansi dengan penguasa lokal untuk merebut kendali dagang rempah di Maluku. Dalam jangka panjang, konflik abad ke-16 ini menandai awal penjajahan Eropa dan menentukan struktur kekuasaan Maluku: sultan-sultan lokal diperdaya dan diadu-domba oleh kekuatan asing demi monopoli rempah-rempah, sebuah dinamika yang baru benar-benar usai ketika VOC menguasai Maluku awal abad ke-17 dan kedua kesultanan – Ternate dan Tidore – menjadi wilayah taklukan penuh Belanda.


📚 DAFTAR REFERENSI

🔸 Buku & Monograf Akademik

  1. Vlekke, Bernard H.M. Nusantara: A History of Indonesia. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2008.
  2. Ricklefs, M.C. A History of Modern Indonesia Since c.1200. Stanford: Stanford University Press, 2008.
  3. Reid, Anthony. Southeast Asia in the Age of Commerce, 1450–1680: Expansion and Crisis. Yale University Press, 1993.
  4. Andaya, Leonard Y. The World of Maluku: Eastern Indonesia in the Early Modern Period. Honolulu: University of Hawai’i Press, 1993.
  5. Taylor, Jean Gelman. Indonesia: Peoples and Histories. New Haven: Yale University Press, 2003.
  6. Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII. Jakarta: Kencana, 2005.
  7. Kahin, Audrey. Historical Dictionary of Indonesia. Scarecrow Press, 2008.

🔸 Artikel & Jurnal Ilmiah

  1. Setiawan, Johan & Kumalasari, Dyah. “The Struggle of Sultan Baabullah Against Portuguese Colonialism in the Moluccas.” Jurnal Historia, 2018.
  2. Haykal, Muhammad. “Hubungan Ternate–Tidore dan Perebutan Hegemoni Rempah Maluku.” Jurnal Sejarah Nusantara, Vol. 5, No. 2, 2017.
  3. Prasetyo, Eko. “Jejak Perang Maluku Abad Ke-16: Ternate, Tidore, dan Campur Tangan Portugis–Spanyol.” Jurnal Kebudayaan Nasional, 2020.

🔸 Sumber Primer & Kronik Sejarah

  1. Décadas da Ásia – Diogo do Couto, kronik Portugis tentang ekspedisi dan konflik kolonial.
  2. Hikayat Ternate – Naskah tradisional Maluku yang mencatat sejarah sultan-sultan Ternate.
  3. Arsip VOC dan kronik Spanyol tentang kehadiran Iberia di Maluku (diakses melalui KITLV dan Perpustakaan Nasional Belanda).

🔸 Sumber Daring & Ensiklopedia

  1. Wikipedia (Bahasa Indonesia):
  2. Tirto.id – “Keruwetan Perang Ternate–Portugis vs Tidore–Spanyol”, 2021.
  3. Historia.id – “Benteng Kastela dan Runtuhnya Portugis di Maluku”, 2020.
  4. Direktorat Kebudayaan Kemendikbud – “Benteng VOC di Maluku Utara: Kastela dan Santo Lucia”, 2019.
  5. Kompas.com – “Kejayaan Sultan Baabullah dan Pengusiran Portugis dari Ternate”, 2021.

About administrator