Teknik Pengepungan dan Serangan Kota Benteng dalam Perang Kerajaan Nusantara

“Teknik Pengepungan dan Serangan Kota Benteng dalam Perang Kerajaan Nusantara”, sebagai bagian dari strategi militer ofensif:

Seiring berkembangnya kota-kota bertembok (benteng) di Nusantara, strategi perang pun menyesuaikan. Kerajaan-kerajaan besar seperti Majapahit, Demak, Mataram, Gowa, dan Aceh mengembangkan teknik pengepungan (siege warfare) yang melibatkan taktik psikologis, teknologi senjata berat, logistik berkepanjangan, hingga serangan mendadak dari dalam. Benteng bukan hanya pertahanan pasif, tetapi juga medan tempur strategis yang menentukan kemenangan jangka panjang.


Jenis dan Struktur Kota Benteng di Nusantara

Tipe Benteng Material Contoh Kerajaan
Benteng tanah & kayu Tanah padat, balok kayu, parit Tarumanagara, Galuh, Kutai
Benteng batu bata & andesit Bata merah, batu kali, semen organik Majapahit (Trowulan), Mataram
Benteng batu karang & semen kapur Batu karang, lepa-lepa, kapur Gowa (Benteng Somba Opu), Aceh
Benteng laut-pantai Dipadu dengan aliran air & kanal Ternate, Tidore, Banten

Tahapan Umum dalam Pengepungan Kota Benteng

A. Blokade (Pemutusan Suplai)

  • Menutup jalur logistik masuk dan keluar kota
  • Menguasai sungai, pelabuhan, atau jalan perbukitan
  • Menurunkan moral warga dan pasukan musuh

B. Pendirian Kubu Kepung

  • Membangun pos luar (kubung-kubung) sebagai markas pengepung
  • Dilindungi oleh parit, tombak runcing, dan panah api
  • Taktik ini umum dalam Perang Jawa dan pengepungan Giri Kedaton oleh Demak

C. Penyerangan Bertahap

  • Dimulai dengan panah api, tombak lontar, atau meriam cetbang
  • Sasaran utama:
    • Gerbang utama
    • Menara pengintai
    • Gudang logistik benteng

D. Penggalian Terowongan (Sapping)

  • Menggali di bawah dinding benteng untuk:
    • Menyusup pasukan
    • Melemahkan pondasi tembok
  • Sering digunakan oleh pasukan Mataram saat menyerbu benteng VOC

E. Serangan Skala Penuh

  • Dilakukan setelah moral musuh melemah
  • Strategi: bentrok gerbang, panjat tembok dengan tangga bambu, atau buka pintu dari dalam
  • Pasukan elite atau bayaran biasanya memimpin gelombang pertama

Senjata dan Alat Pengepungan Khas Nusantara

Alat / Senjata Fungsi Keterangan
Meriam cetbang Meledakkan tembok & menara Perunggu, dipasang di posisi tinggi
Panah api Membakar atap jerami, gudang makanan Ditembakkan serentak
Palu besar & batang tumbuk Menghancurkan pintu utama Dibawa oleh 4–6 orang
Tangga bambu Memanjat tembok Fleksibel & ringan, digunakan malam hari
Perisai barisan (tameng besar) Melindungi pasukan pendobrak Kayu keras + kulit hewan, digunakan secara kolektif

Strategi Psikologis dalam Pengepungan

Taktik Tujuan
Penyebaran pamflet dan kabar palsu Menurunkan moral pasukan dalam kota
Menangkap & melepaskan tahanan di luar benteng Menyampaikan kekuatan pasukan pengepung
Demonstrasi kekuatan (senjata atau pusaka) Menakut-nakuti & memaksa menyerah
Pengepungan hari suci atau musim panen Melemahkan semangat spiritual & ekonomi

Kolaborasi Serangan dari Dalam

  • Sering terjadi kolaborasi antara pasukan luar dan pengkhianat dalam kota:
    • Membuka gerbang tengah malam
    • Membakar gudang logistik dari dalam
    • Memberi tanda cahaya pada pasukan luar
  • Contoh:
    • Penyerangan Keraton Giri Kedaton oleh Demak dibantu informan dalam pesantren
    • Penyerangan VOC Batavia oleh Mataram gagal karena tidak mendapat kerja sama dalam kota

Studi Kasus Penyerangan Kota Benteng

A. Penyerangan Benteng Bubat (1357) – Majapahit vs Sunda

  • Meski terjadi di tenda pernikahan, Majapahit menguasai area sekeliling
  • Pengepungan terselubung dilakukan oleh pasukan Gajah Mada

B. Pengepungan Gowa oleh VOC (1666–1669)

  • VOC mengepung Benteng Somba Opu selama hampir 3 tahun
  • Gunakan meriam besar, blokade laut, dan sekutu lokal Bugis

C. Pengepungan Batavia oleh Mataram (1628–1629)

  • Jarak jauh: pasukan membawa logistik dari pedalaman
  • VOC bertahan berkat suplai laut dan benteng batu
  • Serangan gagal karena pasokan Mataram terputus

Pengepungan dan penyerangan kota benteng di Nusantara bukan hanya soal kekuatan brute force. Mereka menuntut:

  • Koordinasi logistik,
  • Strategi psikologis,
  • Kerja sama lintas pasukan,
  • Penguasaan alat berat dan geografi.
    Dengan memadukan teknologi lokal seperti cetbang, pemanfaatan informasi dari dalam, dan taktik pengepungan kolektif, kerajaan-kerajaan Nusantara menunjukkan kematangan dalam seni merebut kota benteng dengan penuh perhitungan.

About administrator