Pengaruh Politik dan Budaya Zaman Kerajaan di Kancah Internasional

Dari Jalur Rempah ke Jejak Peradaban Global


Nusantara dalam Pusaran Dunia

Dalam sejarah peradaban dunia, kawasan Nusantara tidak pernah menjadi entitas yang terisolasi. Sejak zaman kerajaan-kerajaan klasik, wilayah ini telah terhubung dalam jaringan perdagangan, diplomasi, keagamaan, dan kebudayaan berskala internasional. Terletak di jalur laut antara India dan Tiongkok, Nusantara menjadi poros penting dalam jalur sutra maritim dan pusat distribusi rempah-rempah dunia.

Kerajaan-kerajaan seperti Sriwijaya, Majapahit, Samudera Pasai, Ternate, Tidore, hingga Kesultanan Malaka, memainkan peran strategis dalam pergaulan antarbangsa. Bukan hanya sebagai pelabuhan dagang, tetapi juga sebagai pusat ilmu, budaya, dan diplomasi yang diperhitungkan oleh dunia Arab, India, Tiongkok, hingga Eropa.

Dengan kata lain, zaman kerajaan merupakan periode emas ketika Nusantara menyumbang pengaruh politik dan budaya pada skala global, sebelum terkoyak oleh kolonialisme.


Diplomasi dan Politik Luar Negeri Kerajaan

1. Sriwijaya dan Hubungan Buddhis Internasional

Sriwijaya (abad 7–13 M) dikenal sebagai kerajaan maritim terbesar pertama di Asia Tenggara. Lokasinya yang strategis di Selat Malaka menjadikannya pengendali lalu lintas perdagangan antara India dan Tiongkok. Hubungan politik Sriwijaya bersifat internasional:

  • Menjalin hubungan keagamaan dan pendidikan dengan India (Nalanda) dan Tiongkok.
  • Mengirim biksu pelajar seperti I-Tsing ke India dengan persinggahan dan tinggal lama di Sriwijaya.
  • Berperan sebagai pelindung agama Buddha Mahayana dan pusat studi yang menyambut siswa dari berbagai negara Asia.

Diplomasi Sriwijaya bahkan sampai ke dinasti Tang di Tiongkok, di mana utusan Sriwijaya datang membawa hadiah dan menjalin hubungan persahabatan.

2. Majapahit dan Diplomasi Regional

Majapahit (1293–1527 M), di bawah Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada, melakukan ekspansi dan diplomasi aktif ke berbagai wilayah:

  • Menjalin hubungan dagang dan persekutuan politik dengan kerajaan di semenanjung Melayu, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, bahkan sebagian Papua.
  • Menjalin hubungan ekonomi dengan Gujarat, Arab, Tiongkok, dan pedagang dari Timur Tengah.
  • Memiliki sistem intelijen, utusan diplomatik, serta perjanjian antar-kerajaan, yang tercatat dalam Negarakertagama dan berbagai prasasti.

Majapahit adalah model kerajaan dengan strategi luar negeri aktif, berbasis kekuatan laut dan kecerdasan politik.


Perdagangan dan Ekonomi sebagai Sarana Diplomasi Global

1. Jalur Rempah Dunia

Kerajaan-kerajaan di Maluku (Ternate, Tidore), Jawa, dan Sumatra memproduksi dan mendistribusikan cengkeh, pala, lada, dan kayu manis, komoditas paling mahal pada masa itu. Pengaruh mereka bukan hanya karena kekuatan militer, tetapi karena kendali atas barang dagang yang vital bagi:

  • Kesehatan dan pengawetan makanan di Eropa
  • Ritual keagamaan di India dan Tiongkok
  • Kebutuhan konsumsi kelas elite dunia

Kerajaan-kerajaan ini berhasil mendikte harga, jalur dagang, dan kebijakan ekspor-impor, jauh sebelum kehadiran VOC atau Portugis.

2. Kota Pelabuhan sebagai Hub Diplomasi

Kota-kota pelabuhan seperti Palembang, Tuban, Gresik, Banten, Banda Neira, dan Pasai berkembang sebagai pusat dagang multinasional:

  • Pedagang Arab, Tionghoa, Tamil, Gujarat, dan Siam bertemu di pelabuhan-pelabuhan Nusantara.
  • Di sanalah terjadi pertukaran budaya, bahasa, ideologi, dan teknologi.

Kerajaan-kerajaan mendirikan kantor perwakilan dagang dan menyediakan perlindungan hukum dan agama bagi pedagang asing, sehingga memperkuat jaringan diplomasi berbasis ekonomi.


Penyebaran Budaya dan Agama

1. Islamisasi Melalui Kerajaan Maritim

Masuknya Islam ke Nusantara merupakan hasil diplomasi dagang dan budaya. Namun, peran kerajaan seperti Samudera Pasai, Demak, Malaka, Ternate, dan Gowa-Tallo mempercepat Islamisasi dengan strategi berikut:

  • Mengundang ulama dari Timur Tengah dan India
  • Menyebarkan ajaran melalui pernikahan, pasar, dan pengaruh politik
  • Mendirikan masjid, madrasah, dan pusat dakwah lintas wilayah

Dari sinilah muncul tradisi sufisme, manuskrip Islam lokal, dan pertumbuhan jaringan intelektual Islam Asia Tenggara yang menyambung ke Haramain (Mekah-Madinah).

2. Budaya Hindu-Buddha sebagai Jejak Internasional

Candi Borobudur dan Prambanan adalah bukti monumental dari pengaruh India dan adaptasi lokal yang unggul. Selain itu:

  • Bahasa Sansekerta dan aksara Pallawa digunakan luas di prasasti
  • Konsep dharma, karma, dan kosmologi Hindu-Buddha membentuk sistem etika dan hukum
  • Tradisi seni pahat, batik, gamelan, dan wayang berkembang sebagai bentuk “soft power” budaya kerajaan

Pengetahuan dan Intelektualisme di Jalur Internasional

1. Sriwijaya sebagai Universitas Maritim Asia

Para pelancong seperti I-Tsing mencatat bahwa Sriwijaya memiliki pusat studi Buddhis yang mampu menyaingi Nalanda. Mahasiswa dari India, Tiongkok, dan Asia Tenggara datang untuk belajar:

  • Bahasa Sansekerta
  • Logika Buddhis (Yogacara, Mahayana)
  • Ilmu tata bahasa dan astronomi

Sriwijaya menjadi role model “universitas maritim”, di mana ilmu dan pelayaran saling menguatkan.

2. Tradisi Sastra dan Manuskrip Nusantara

Tersebar berbagai naskah penting, antara lain:

  • Negarakertagama, deskripsi geografis dan politik Majapahit
  • Serat Centhini, ensiklopedia kebudayaan Jawa
  • Lontara Bugis, naskah sejarah dan hukum sosial Sulawesi

Naskah-naskah ini disalin ulang, dibawa lintas laut, dan diterjemahkan ke berbagai bahasa. Bahkan banyak teks yang menjadi rujukan pedagang dan ulama asing dalam memahami kultur lokal.


Pengaruh Terbalik: Nusantara di Mata Dunia

  • Dalam kronik Tiongkok, disebut adanya “She-li-fo-shi” (Sriwijaya) yang mengirim utusan dan memiliki kekuatan militer laut kuat.
  • Dalam teks Arab dan Persia, disebut Zabaj, al-Jawi, atau “Tanah Rempah” yang kaya raya.
  • Portugis, Spanyol, dan Belanda menjadikan Majapahit sebagai legenda kerajaan Asia yang sulit ditaklukkan karena taktik dan kekuatan lautnya.
  • Para pedagang India membawa cerita tentang keadilan Raja Adil dari Pasai dan keramahan pelabuhan-pelabuhan kerajaan.

Jejak Nusantara bahkan terekam dalam peta-peta kuno Eropa sebagai wilayah “Suvarnadvipa” (Pulau Emas) atau “Insulinde” (Kepulauan India).


Kontribusi terhadap Peradaban Global

Kerajaan-kerajaan Nusantara menyumbang banyak hal ke dunia:

  • Model diplomasi maritim berbasis pelabuhan bebas
  • Sistem hukum hybrid (adat, agama, kerajaan)
  • Kosmologi lokal yang unik seperti Meru, Gunung Agung, Gunung Tidar sebagai poros dunia
  • Toleransi budaya dan agama, seperti yang terlihat di Kalingga, Majapahit, dan Gowa-Tallo

Lebih dari sekadar rempah, Nusantara menyumbang nilai dan struktur sosial yang kemudian dipelajari oleh para orientalis, pelancong, dan penjelajah sebagai bagian dari kekayaan dunia timur.


Jejak Global Nusantara di Era Kerajaan

Zaman kerajaan adalah fase di mana Nusantara berdiri tegak sebagai aktor global. Kerajaan-kerajaan tidak hanya mempertahankan kedaulatan di wilayahnya, tetapi juga bernegosiasi dengan dunia luar, menyebarkan budaya dan ilmu, serta menunjukkan kepada dunia bahwa bangsa ini punya identitas, nilai, dan sistem pengetahuan yang kokoh.

Jejak mereka masih hidup hari ini—dalam nama pelabuhan, manuskrip tua, seni arsitektur, bahasa dagang, dan hukum adat yang masih dijalankan. Menengok zaman kerajaan berarti menengok masa ketika Nusantara adalah poros dunia, bukan hanya dalam bayangan kolonial, tetapi dalam kesadaran akan identitas dan kejayaan sendiri.

About administrator